REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Bursa Efek Indonesia (BEI) memprediksikan new normal atau tatanan kenormalan baru akan mengerek harga saham. Selama pandemi Covid-19 harga saham sempat mengalami penurunan cukup signifikan.
"Penerapan new normal menjadi salah satu upaya pemerintah menjaga stabilitas ekonomi nasional. Kalau dari sisi ekonomi pasti membaik dan positif," kata Kepala BEI Jawa Tengah II M Wira Adibrata di Solo, Jawa Tengah, Senin (1/6).
Ia mengatakan saat ini harga saham sudah mulai mengalami kenaikan. Menurut dia, selain merupakan dampak dari tatanan kenormalan baru, kenaikan ini terjadi karena banyak investor yang melakukan akumulasi beli.
"Ini merupakan imbas dari harga saham murah sehingga banyak investor yang berbondong-bondong membeli," katanya.
Meskipun belum signifikan, dikatakannya, kenaikan harga tersebut mampu mengurangi selisih diskon menjadi 30 persen. Ke depan, pihaknya berharap kebijakan tersebut mampu memperkecil selisih harga meski secara perlahan.
"Kalau kenaikan harga saham sendiri saat ini sekitar 15-20 persen. Sedangkan penurunannya jika dibandingkan dari awal tahun dengan saat ini mencapai 60 persen," katanya.
Menurut dia, penurunan harga tersebut terjadi pada semua jenis saham, termasuk saham-saham unggulan. "Memang saat ini harga naik tetapi belum bisa menyamai harga seperti di awal tahun," katanya.
Oleh karena itu, ia berharap penerapan tatanan kenormalan baru dapat memberikan sentimen positif terhadap pasar modal. "Harapannya pemerintah sudah melalui perhitungan matang untuk menerapkan 'new normal' ini sehingga dapat menggerakkan roda ekonomi kembali," katanya.