Jumat 15 May 2020 22:00 WIB

Olah Tepung Talas Jadi Cookies Kekinian, Raup Untung Jutaan

Kementan mendorong generasi milenial,mencari solusi terkait ketahanan pangan

Chocobro, biskuit coklat dengan bahan dasar tepung talas yang dikombinasikan dengan gula palem.
Foto: istimewa
Chocobro, biskuit coklat dengan bahan dasar tepung talas yang dikombinasikan dengan gula palem.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --“Insan pertanian wajib memiliki kesiapan dan kesigapan dalam menghadapi tantangan,” kalimat tersebut merupakan pesan dari Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL) di berbagai kesempatan. Berbagai tantangan hadir dalam masa Covid-19 ini, di antaranya adalah isu ketahanan pangan dimana  ketersediaan pangan dan kemudahan untuk mengaksesnya menjadi satu hal yang sangat krusial.

Menyikapi hal ini, Kementerian pertanian melalui BPPSDMP mendorong generasi milenial, baik petani maupun mahasiswa, untuk mencari solusi berkaitan dengan ketersediaan pangan akibat terbatasnya akses masyarakat di masa pandemi ini. “Pencegah utama covid-19 adalah pangan. Dalam hal ketersediaan pangan ini ada peluang bisnis yang bisa dimanfaatkan oleh petani milenial,” ujar Kepala BPPSDMP, Dedi Nursyamsi. Banyak upaya yang sudah dilakukan, di antaranya mengerahkan mahasiswa untuk melakukan pendampingan kepada kelompok tani agar tetap berproduksi, mendorong para petani milenial untuk melakukan percepatan tanam, dan melakukan pemasaran produk secara online.

Selain itu,  salah atau program unggulan Kementan Penumbuhan Wirausaha Muda Pertanian (PWMP)  pun turut berkontribusi menciptakan lapangan pekerjaan. Para penerima PWMP sedikit banyak meningkatkan pemberdayaan masyarakat sekitar, dan turut menjaga agar dapur mereka tetap ngebul.

Salah satunya penerima manfaat PWMP pada tahun 2016 adalah Wilaga, alumni FEM IPB tahun 2014. Produk PWMP  Wilaga adalah Chocobro, biskuit coklat dengan bahan dasar tepung talas yang dikombinasikan dengan gula palem. Wilaga memilih tepung talas dengan alasan diversifikasi pangan, non beras dan non terigu. Tepung talas disupply dari Kelompok Wanita Tani (KWT) rutin setiap bulannya. Usahanya diinisiasi dari tahun 2012, tetapi baru mulai berjalan tahun 2014-2015. 

Selama menjalankan usaha, sudah banyak tantangan yang dihadapi. Pada akhir tahun 2019 misalnya, usaha ini vakum hingga bulan April untuk melakukan rebranding. “Karena menjual pangan lokal sulit, pasar tidak terlalu merespon baik,” tutur Wilaga. Sejak bulan April, usahanya yang awalnya offline dengan konsinyasi ke toko oleh-oleh menjadi 100% online melalui website chocobro.id. Konsumen Wilaga sudah tersebar di seluruh Indonesia, seperti di Mandailing Natal, Bengkulu, Lamandau, Manado, Tangerang, Tangerang Selatan, Bogor, Jakarta, Bekasi, Purwakarta, Bandung, Pemalang, Jepara, Bangkalan dan Nusa Tenggara Barat. 

Dalam masa Covid-19, Wilaga mengaku usahanya juga ikut terdampak. Tetapi Wilaga tidak menyerah dan mencari solusi dengan membuat promo diskon dan merekrut reseller. Hingga saat ini, omzet per bulan chocobro mencapai 18 juta rupiah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement