Selasa 12 May 2020 21:04 WIB

Menkop: Baru 13 Persen UMKM Masuk Marketplace

Digitalisasi pasar penting bagi UMKM.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Nidia Zuraya
Dampak Covid-19 pada UMKM
Foto: Republika
Dampak Covid-19 pada UMKM

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) menilai, digitalisasi bisa menjadi jalan keluar bagi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di tengah pandemi Covid-19 ini. Hanya saja kementerian menyatakan, masih sedikit pelaku usaha yang sudah masuk ekosistem digital.

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menyebutkan, dari 64 juta pelaku UMKM di Tanah Air, baru 13 persen yang terhubung dengan pasar daring atau marketplace. Dengan begitu baru sekitar delapan juta UMKM.

Baca Juga

"Sisanya masih luring. Memang tidak mudah (digitalisasi UMKM), pelatihan daring pun kegagalannya tinggi, tingkat keberhasilannya hanya sekitar empat sampai 10 persen, ini karena tingkat pendidikan yang rata-rata masih rendah," tutur Teten dalam Diskusi Webinar Ikatan Cendikiawan Muslim se-Indonesia Organisasi Wilayah Jawa Barat (ICMI Orwil Jabar) pada Selasa (12/5).

Menurutnya, digitalisasi penting bagi UMKM. Sebab, diperkirakan pascapandemi akan ada pergeseran pola belanja masyarakat.

"Sekarang belanja di daring meningkat karena orang banyak kerja di rumah atau stay at home. Akun baru di platform e-commerce juga meningkat, mungkin karena pengangguran nambah lalu jualan di online. Tren belanja dari rumah tersebut kemungkinan berlanjut usai pandemi," jelas dia.

Teten mengakui, penjualan memang belum tentu meningkat meski sudah terhubung dengan pasar daring. Hal itu karena, persaingan antarproduk begitu ketat.

"Hanya brand kuat yang bisa menangkan persaingan. Maka ini jadi problem, sebab brand UMKM terlalu banyak. Misal di Yogyakarta, merek bakpia banyak sekali, makanya saling bunuh dan jatuhkan, akhirnya penjualan mereka menurun," tuturnya.

Maka, lanjut dia, perlu ada konsolidasi merek. Salah satu negara yang melakukan penggabungan merek UMKM ini yaitu Jepang.

"Kita di Smesco lagi gagas membuat satu white brand gabungan berbagai merek UMKM. Misal pembuat keripik singkong semua satu merek, kalau brand-nya besar maka kalau masuk bursa bisa dihitung berapa nilai perusahaannya," jelas Teten.

Selama ini, kata dia, karena UMKM bermain masing-masing, sehingga mereknya tetap kecil. Akibatnya, tidak mendapatkan nilai dari merek tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement