Senin 11 May 2020 21:27 WIB

KSSK Pastikan Jaga Stabilitas Sistem Keuangan

KSSK Pastikan Jaga Stabilitas Sistem Keuangan

Rep: Vina Anggita (swa.co.id)/ Red: Vina Anggita (swa.co.id)
Rapat KSSK Triwulan III/2019.
Rapat KSSK Triwulan III/2019.

Momentum perbaikan perekonomian yang mulai terlihat pada awal tahun 2020 berubah arah karena pandemi global corona virus disease (Covid-19). Berbagai langkah untuk mencegah penyebaran Covid-19 seperti pelarangan perjalanan (travel ban), penutupan perbatasan antarnegara (closed borders), penutupan sekolah, kantor, dan tempat ibadah bahkan isolasi suatu wilayah tertentu (lockdown), menyebabkan aktivitas ekonomi menurun drastis.

Aktivitas ekonomi terganggu dari dua sisi sekaligus, baik dari sisi permintaan (demand) maupun dari sisi penawaran (supply). Tingkat konsumsi tertekan. Tingkat produksi terkendala. Rantai pasokan global terganggu. Semua ini berujung pada penurunan output global yang sangat besar.

Ketika kondisi ini berlanjut, maka rambatan dampaknya juga berpotensi mengakibatkan gangguan stabilitas sistem keuangan. Hal itu disampaikan oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam rapat berkala II tahun 2020 pada Kamis (30/04) melalui konferensi video.

Rapat yang dihadiri oleh Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia (BI), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tersebut membahas asesmen kondisi stabilitas sistem keuangan triwulan I/ 2020.

Dalam rapat juga disampaikan bahwa pandemi Covid-19 menyebabkan kepanikan di pasar keuangan global. Pada pertengahan Maret, indeks volatilitas (VIX) menunjukkan tingkat kecemasan investor di pasar saham menyentuh level tertinggi sepanjang sejarah. Akibatnya kinerja pasar saham di negara maju dan berkembang melemah tajam.

Indeks kepercayaan konsumen dan bisnis global juga turun tajam, melebihi tingkat penurunan saat krisis keuangan global 2008. Negara-negara berkembang mengalami arus modal keluar yang sangat besar karena investor mencari aset yang aman (safe-haven assets). Dalam periode Januari–Maret 2020 saja, arus modal keluar dari pasar keuangan Indonesia mencapai Rp145,28 triliun.

Angka arus modal keluar tersebut jauh lebih besar dibandingkan dengan periode krisis keuangan global tahun 2008 dan taper tantrum 2013, di mana pasar keuangan Indonesia masih mencatat arus masuk positif masing-masing sebesar Rp69,9 triliun dan Rp36 triliun.

Selain itu, nilai tukar Rupiah mengalami eskalasi tekanan yang tinggi. Pada akhir Februari 2020, nilai tukar masih berada di level Rp14.318 per USD. Memasuki pekan kedua Maret 2020, melemah ke level Rp14.778 per USD dan berlanjut hingga menyentuh level terendah pada 23 Maret 2020 di level Rp16.575 per USD atau melemah 15,8% dibandingkan akhir bulan sebelumnya.

Merespons kondisi yang dinamis di kuartal pertama tersebut, berbagai bauran kebijakan baik melalui kebijakan moneter, stimulus fiskal, maupun relaksasi di sektor jasa keuangan telah dikeluarkan oleh lembaga anggota KSSK. Hal ini dilakukan untuk memoderasi perlambatan ekonomi dan menjaga stabilitas sistem keuangan sembari berusaha memitigasi berbagai risiko yang dapat timbul.

"Sebab waktu dan kedalaman perlambatan ekonomi ini tidak dapat diestimasi secara tepat, ini sangat bergantung pada penyebaran wabah Covid-19 itu sendiri. Dan harapannya kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah dan lembaga terkait mampu meredam pelemahan ekonomi secara drastis," tulis KSSK dalam keterangan resmi, Senin (11/05/2020).

Sementara itu, pada April 2020 disebutkan KSSK bahwa volatilitas global sudah mulai mereda. Perekonomian Tiongkok mulai menunjukkan pemulihan seiring penurunan tingkat penyebaran Covid-19, setelah terkontraksi cukup dalam pada triwulan I/ 2020. Purchasing Managers’ Index (PMI) Tiongkok sudah mulai meningkat di bulan Maret 2020 seiring dengan mulai dibukanya kembali berbagai aktivitas ekonomi.

Volatilitas global pun mulai menurun, dibarengi dengan kebijakan penanganan yang baik, membantu perbaikan kondisi pasar finansial domestik, dengan meredanya gejolak pasar finansial di akhir April. Tekanan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), nilai tukar

rupiah, serta yield obligasi selama bulan Maret 2020 mulai mereda di bulan April 2020.

Per 30 April 2020, Rupiah menguat sebesar 10,21% dibandingkan 23 Maret 2020 didukung oleh global bonds issuance Pemerintah sebesar US$4,3 miliar pada 7 April 2020 dan perbaikan sentimen global terhadap negara berkembang.

Meskipun volatilitas sektor keuangan mulai mereda, KSSK menyatakan, ketidakpastian masih cukup tinggi mengingat hingga saat ini penyelesaian Covid-19 masih belum dapat dipastikan. Harga komoditas terutama minyak mentah masih bergejolak. Bahkan diproyeksikan masih terjadi pemburukan aktivitas ekonomi.

"Berbagai lembaga juga memprakirakan pertumbuhan ekonomi global terkoreksi tajam masuk zona resesi. Economist Intelligence Unit (EIU) memperkirakan perekonomian global terkontraksi hingga -2,2%. Sementara IMF memprakirakan ekonomi global tumbuh -3,0%," papar KSSK.

Perkembangan data makroekonomi dan moneter Indonesia menunjukkan tingkat inflasi April 2020 tercatat di level 2,67% (yoy). Sementara, neraca perdagangan triwulan I/ 2020 masih mencatatkan surplus sebesar US$2,62 miliar. Cadangan devisa per April 2020 tercatat di level US$127,9 miliar, turun dibandingkan posisi bulan Desember 2019 di level US$129,2 miliar terutama disebabkan oleh pembayaran utang luar negeri Pemerintah serta keperluan stabilisasi nilai tukar Rupiah.

Dari sisi asesmen perkembangan sektor keuangan, OJK mencermati stabilitas sektor jasa keuangan hingga April tercatat masih dalam kondisi terjaga dengan tendensi pelemahan sektor riil dan potensi pelemahan sektor keuangan melalui tunggakan pembayaran pokok dan bunga meskipun beberapa indikator intermediasi sektor jasa keuangan yang membukukan kinerja positif dan profil risiko industri jasa keuangan tetap terkendali.

Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) mengalami penurunan namun masih cukup tinggi pada Maret 2020 sebesar 21,72% (Desember 2019: 23,31%) dan risiko kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) gross sedikit meningkat namun masih terjaga di 2,77% (Desember 2019: 2,53%). Indikator kecukupan likuiditas juga menunjukkan kondisi yang cukup baik sebagaimana terlihat dari rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) per 22 April 2020 terjaga di 22,36© (Desember 2019: 20,86%), masih berada di atas threshold.

Sementara itu, kinerja intermediasi lembaga jasa keuangan hingga Maret 2020 masih didukung ketahanan perbankan, likuiditas, dan stabilitas pasar uang. Kredit perbankan tumbuh sebesar 7,95% yoy terutama berasal dari pertumbuhan kredit valas, diiringi pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 9,54% yoy. Piutang Perusahaan Pembiayaan sedikit termoderasi namun tumbuh sebesar 2,49% yoy. Di dalam pipeline terdapat 53 emiten yang akan melakukan penawaran umum dengan total indikasi penawaran sebesar Rp21,2 triliun.

Dari sisi fiskal, di tengah tekanan eksternal sepanjang triwulan I/ 2020, realisasi pendapatan di APBN mencapai 16,8% terhadap APBN atau tumbuh 7,7%. Namun Penerimaan Pajak telah terdampak dengan mengalami pertumbuhan negatif 2,5%. Penyerapan Belanja Negara mencapai 17,8 persen atau tumbuh 0,1%, sementara defisit APBN tercatat sebesar Rp76,4 triliun (0,45% terhadap PDB).

Sejumlah indikator ekonomi masih relatif baik, meskipun risiko dampak Covid-19 terhadap perekonomian tetap perlu diwaspadai. Indikator makroekonomi dan sistem keuangan tetap terjaga, di tengah meningkatnya tekanan akibat penyebaran Covid-19. Kondisi ketidakpastian tersebut memerlukan penguatan langkah antisipasi dalam memitigasi risiko terhadap stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.

Bauran kebijakan makroekonomi dan berbagai langkah kebijakan di bidang kesehatan diyakini akan dapat mengurangi risiko terhadap stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan secara keseluruhan, dan secara bertahap mendorong pemulihan ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi 2020 diperkirakan akan lebih lambat dari tahun sebelumnya akibat dampak Covid-19. Ekspor 2020 diprakirakan menurun akibat melambatnya permintaan dunia, terganggunya rantai penawaran global, serta rendahnya harga komoditas global.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang melambat diprakirakan terutama terjadi pada triwulan II dan triwulan III/2020 sejalan dengan prospek kontraksi ekonomi global dan juga dampak ekonomi dari upaya pencegahan peyebaran COVID-19. Perekonomian nasional diprakirakan kembali membaik mulai triwulan IV/2020 dan secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi tahun 2020 diprakirakan dapat menuju 2,3% dan akan meningkat lebih tinggi pada tahun 2021.

"KSSK juga tetap mewaspadai potensi risiko yang berasal dari dinamika perekonomian dan pasar keuangan global serta penyebaran COVID-19 dan dampaknya terhadap perekonomian domestik dengan meningkatkan koordinasi kebijakan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan pemulihan ekonomi nasional," jelasnya.

"KSSK juga tetap mewaspadai potensi risiko yang berasal dari dinamika perekonomian dan pasar keuangan global serta penyebaran COVID-19 dan dampaknya terhadap perekonomian domestik dengan meningkatkan koordinasi kebijakan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan pemulihan ekonomi nasional," jelasnya.

Editor : Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan swa.co.id. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab swa.co.id.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement