REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menargetkan dapat mengumpulkan pinjaman dari lembaga multilateral hingga 7 miliar dolar AS untuk menopang kemampuan pembiayaan APBN tahun ini. Tapi, belum tentu keseluruhannya dapat dicairkan karena membutuhkan proses persetujuan dari lembaga tersebut.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Luky Alfirman menjelaskan, salah satu lembaga multilateral yang sudah mencapai kesepakatan adalah Asian Development Bank (ADB). Pemerintah Indonesia diperkirakan bisa mendapatkan bantuan 1,5 miliar dolar AS.
Bantuan tersebut diberikan melalui skema khusus countercyclical support facility. "Kapan dicairkan? Mudah-mudahan Mei dan Juni," kata Luky dalam Dialogue Kita melalui virtual, Jumat (8/5).
Luky menambahkan, pemerintah juga sudah menjangkau lembaga lain seperti World Bank, Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) dan Japan International Cooperation Agency (JICA) milik Jepang. Hanya saja, pemerintah masih terus melakukan workout untuk dapat merealisasikan komitmen tersebut.
Sebelumnya, pada akhir April, Menteri Keuangan Sri Mulyani juga sempat melobi Islamic Development Bank (IsDB) untuk bantuan 200 juta dolar AS hingga 250 juta dolar AS. Dana tersebut digunakan untuk program penanganan dampak pandemi di Indonesia.
Luky menjelaskan, pinjaman yang sedang diupayakan dari berbagai lembaga multilateral ini bersifat pinjaman program untuk bantuan pembiayaan, bukan pinjaman proyek seperti pada umumnya. "Karena, dengan phyisical distancing, pinjaman project kan nggak bisa dieksekusi, sehingga kami gunakan pinjaman untuk budget financing," ucapnya.
Sementara itu, Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan Kemenkeu Riko Amir menjelaskan, keputusan mengambil utang dari lembaga multilateral diambil setelah melakukan optimalisasi sumber pembiayaan non utang.
Salah satunya, pemanfaatan Saldo Anggaran Lebih (SAL) senilai Rp 70,64 triliun. Besaran pemanfaatan ini naik signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang rata-rata hanya Rp 15 triliun.
"Tahun ini ditambah Rp 10 triliun menjadi Rp 20 triliun yang ditambah lagi pada akhirnya menjadi Rp 70,64 triliun," ucapnya dalam kesempatan yang sama.
Selain itu, Riko menambahkan, pemerintah juga melihat pos-pos yang sekiranya dapat dikurangi seperti dana abadi kebudayaan dan dana bersumber dari Badan Layanan Umum (BLU). Apabila tiga upaya ini telah dilakukan, pemerintah baru akan masuk ke fleksibilitas pinjaman tunai, yakni upsize pinjaman program dari lembaga multilateral maupun bilateral.
Riko menekankan, proses upsize pun tidak dapat dilakukan secara sembarang atau setinggi-tingginya. Sebab, pinjaman multilateral ada batasan maksimal yang harus diikuti.
"Ceiling tahunan dan jajngka menengah dari masing-masing development partner, sehingga bisa fleksibel tapi terukur," tuturnya.