REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah bersama DPR RI memutuskan untuk tetap melanjutkan pembahasan Revisi UU Mineral dan Batubara. Pemerintah memastikan bahwa semangat revisi ini adalah untuk menyelesaikan perizinan yang tumpang tindih.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono menjelaskan saat ini, masih terdapat permasalahan lintas sektor yang belum dapat diselesaikan yakni tumpang tindih perizinan pertambangan dengan kehutanan, kelautan, dan perindustrian.
"RUU Minerba ini perlu mengatur bentuk pengusahaan batuan skala kecil dan untuk keperluan tertentu dan pengaturan terkait penyesuaian keberlanjutan operasi kontrak menjadi izin," ujar Bambang dalam Konferensi Pers Virtual, Rabu (29/4).
RUU minerba ini perlu menyesuaikan dengan UU No. 23/2014 tentang Pengelolaan Pertambangan dan Putusan Mahkamah Konstitusi terkait kewenangan dimana penyerahan kewenangan pengelolaan pertambangan dari kabupaten atau kota ke Provinsi dan Pusat.
Dalam RUU Minerba ini diatur penghapusan luas minimum wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) eksplorasi. "Penetapan wilayah pertambangan oleh menteri setelah ditentukan oleh gubernur," katanya.
RUU Minerba ini memperbaiki kebijakan dan tata kelola pertambangan mineral dan batu bara. Hal ini dengan meningkatan kegiatan eksplorasi untuk mendorong peningkatan penemuan deposit minerba.
"Kita tahu saat ini sedikit sekali dilakukan eksplorasi. Dana eksplorasi dunia yang masuk ke Indonesia sangat kecil sekali," tutur Bambang.