REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat ekonomi Imaduddin Abdullah dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai kebijakan stimulus fiskal perlu diprioritaskan pada tiga hal. Yakni kesehatan, pengurangan dampak negatif Covid-19 dan bantuan bisnis pascapandemi.
"Dalam hal fiskal, negara-negara yang berhasil dampak Covid-19 ini adalah negara-negara yang memprioritaskan tiga hal pertama yakni memprioritaskan sektor kesehatan jangan sampai tidak memiliki infrastrukur kesehatan yang siap ketika Covid-19 menyerang," ujar Imaduddin Abdullah dalam diskusi daring di Jakarta, Sabtu (25/4).
Dia menilai terkait prioritas kesehatan ini, banyak negara melakukan realokasi anggaran keuangannya ke sektor tersebut dalam rangka menanggulangi pandemi Covid-19. "Lalu bagaimana stimulus fiskal ini juga didorong kepada elemen masyarakat yang terdampak Covid-19 agar dampak negatifnya dapat berkurang melalui sejumlah bantuan," katanya.
Terakhir, lanjut pengamat itu, tentunya bisnis bagaimana bisa didorong agar jangan sampai setelah pandemi Covid-19 berakhir aktivitas bisnis sulit berkembang. Sehingga bantuan fiskal kepada pelaku bisnis sangat penting.
Sebelumnya Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu menduga tambahan belanja dan pembiayaan di APBN 2020 sebesar Rp 405,1 triliun tidak cukup untuk menangani dampak wabah Covid-19.
Febrio merinci tambahan anggaran itu terdiri dari Rp 75 triliun untuk bidang kesehatan, Rp 110 triliun untuk perlindungan sosial, Rp 75,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat, serta Rp 150 triliun untuk program pemulihan ekonomi. Ia menuturkan pemerintah akan bersiap-siap untuk menentukan langkah selanjutnya sebagai antisipasi jika tambahan anggaran tersebut tidak cukup untuk menangani wabah Covid-19 dan memperbaiki perekonomian Indonesia.
Sementara itu, Febrio menjelaskan anggaran Rp 150 triliun untuk program pemulihan ekonomi diindikasikan untuk pemberian stimulus bagi usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Ia mengatakan untuk program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Program Keluarga Harapan (PKH) hingga kini telah mampu menyasar 20 persen UMKM terbawah sehingga diharapkan dengan Rp 150 triliun dapat menjangkau lebih luas.