REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah akan memasukkan dunia usaha di sektor informasi dan komunikasi dalam daftar tambahan penerima insentif pajak. Namun, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) masih belum bisa mengonfirmasi apakah perusahaan pers termasuk di dalamnya atau tidak.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Kemenkeu Hestu Yoga Saksama mengatakan, pihaknya masih memformulasikan dasar hukum yang memuat beberapa sektor tambahan penerima insentif pajak. Regulasi direncanakan dibuat dalam bentuk revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 23 Tahun 2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Corona.
Yoga mengakui tidak mudah untuk merampungkan regulasi, khususnya mengenai penentuan klasifikasi baku lapangan usaha di Indonesia (KBLI) yang harus dijabarkan dalam ribuan klasifikasi lapangan usaha (KLU). "Ini sebagai dasar atau kriteria pemberian insentif pajak. Jadi, ditunggu saja ya," katanya ketika dihubungi Republika, Kamis (23/4).
Sementara itu, Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Suryo Utomo menjelaskan, pihaknya masih terus melakukan asesmen bersama dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Namun, ia menyebutkan, pemerintah sudah mulai mengerucutkan kelompok usaha mana saja yang memang berhak mendapatkan insentif.
"Kita terus finalisasi sampai sejauh mana, tapi paling tidak sudah ada yang agak clear assesment," tuturnya dalam telekonferensi dengan jurnalis, Rabu (22/4).
Satu hal yang dapat dipastikan Suryo adalah jenis insentif pajak yang diberikan kepada sektor tambahan masih sama seperti ketentuan dalam PMK 23/2020. Di antaranya, pemerintah menanggung PPh pasal 21 untuk pekerja yang memiliki penghasilan bruto kurang dari Rp 200 juta dalam setahun.
Sebelumnya, pemerintah memasukkan 19 subsektor manufaktur dalam penerima insentif pajak dan ditetapkan melalui PMK 23/2020. Selain PPh21, mereka juga mendapat pembebasan PPh pasal 22 impor dan pengurangan angsuran PPh pasal 25 sebesar 30 persen dari angsuran yang seharusnya terutang. Sebagian besar insentif berlaku selama enam bulan, dari masa pajak April hingga September.
Dalam revisi PMK 23/2020, pemerintah berencana memasukkan 18 sektor usaha mencakup 749 KBLI dengan total nilai insentif mencapai Rp 35,3 triliun. Rencana ini disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani selepas rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo, Rabu.
Insentif tersebut juga akan menjangkau pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) yang ikut terdampak tekanan ekonomi akibat Covid-19. "Mereka tidak membayar pajak yang 0,5 persen selama enam bulan. Pajak ditanggung pemerintah, itu jadi tambahan stimulus UMKM. Ini akan diatur di peraturan yang baru," ujar Sri.