REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Negara-negara yang tergabung dalam kelompok 20 negara dengan ekonomi terkemuka (Group 20 atau G-20) telah sepakat memberi penangguhan pembayaran utang beberapa negara termiskin di dunia yang berutang pada mereka. Kesepakatan tersebut mencakup uang yang akan dibayarkan kepada pemerintah G-20 hingga akhir tahun 2020, dilansir di BBC, Rabu (15/4).
Tujuannya membantu berbagai negara menangani dampak kesehatan dan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Grup Jubilee Debt Campaign menggambarkan hal itu sebagai langkah awal dan menyerukan lebih banyak lagi langkah lanjutan.
Badan amal yang berbasis di Inggris tersebut memperkirakan nilai dari keterlambatan pembayaran utang akan mencakup pembayaran 12 miliar dolar AS atau sekitar Rp 188,4 triliun. Namun, kesepakatan G-20 itu hanya penundaan. Badan amal tersebut memahami negara-negara miskin akan kembali melakukan pembayaran utang antara 2022 dan 2024, bersamaan dengan bunga yang harus dibayar untuk sementara. Secara keseluruhan, 77 negara akan mendapat manfaat dari perjanjian tersebut.
Rencana sementara G-20 disetujui pada hari Selasa (14/4)b oleh negara-negara maju terkemuka G-7, tetapi ergantung pada dukungan dari G-20 yang lebih luas. Beberapa negara, terutama China dan Arab Saudi, yang berada di G-20 tetapi bukan G-7, adalah pemberi pinjaman yang signifikan bagi negara-negara berkembang. G-7 menginginkan kontribusi terhadap penangguhan pembayaran utang dari negara-negara tersebut.
Langkah ini mencerminkan pandangan negara-negara berpenghasilan rendah menghadapi tantangan yang sangat berat dalam mengatasi konsekuensi kesehatan dan ekonomi dari pandemi Covid-19.
G-20 juga menyerukan kepada pemberi pinjaman swasta untuk mengambil langkah-langkah serupa terhadap negara-negara termiskin. Namun, G20 menyarankan hal ini bisa dilakukan atas dasar sukarela.