REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gabungan Pengusaha (GP) Farmasi menyatakan permintaan obat dan vitamin penambah daya tahan tubuh kini sangat besar. Berbagai produk tersebut sangat dicari tengah penyebaran wabah corona.
"Vitamin mendadak permintaan melonjak. Vitamin C, dan lainnya, jenis-jenis senyawa yang berkaitan dengan elemen itu sangat dicari," ujar Direktur Eksekutif GO Farmasi Dorojatun Sanusi kepada Republika.co.id pada Kamis, (2/4).
Untuk itu, industri mengusahakan terus berproduksi. Hanya saja harga bahan baku naik signifikan karena kemampuan suplai negara pengimpor, yakni China dan India terbatas. Selain itu, berbagai biaya meningkat, persaingan internasional, serta kurs dolar AS yang naik tinggi terhadap mata uang rupiah, menjadi tantangan bagi industri farmasi.
Ia melanjutkan, permintaan Chloroquine juga meningkat. Seperti diketahui, pemerintah menggunakan obat itu sebagai salah satu upaya menyembuhkan para pasien yang terinfeksi corona.
"Salah satu anggota kami Kimia Farma memproduksi Chloroquine, sebelumnya ada juga produsen Chloroquine tapi karena obat itu tidak dipakai jadi tidak diproduksi lagi. Kami cek ke supplier (bahan baku Chloroquine) di India, jawabannya mereka lock ekspor demi penuhi kebutuhan dalam negeri," tutur Dorojatun.
Sementara, lanjutnya, dari China belum ada jawaban mengenai impor tersebut. Maka menurutnya, harus ada skema Government to Government (G2G).
"Artinya, barangkali kedutaan besar Indonesia bisa approach pemerintah masing-masing di setiap negara supaya memberikan kelonggaran kepada kita dalam mendapatkan bahan baku tersebut. (Lebih bagus) kalau pemerintah mampu sediakan bahan baku," jelas dia.
Dorojatun menegaskan, sarana produksi industri farmasi Indonesia banyak. Hanya saja kesulitan membeli bahan baku.
"Kita sanggup produksi Chloroquine berapa pun, tapi bahan baku nggak ada karena kebijakan negara importir masing-masing. Kami berharap peran pemerintah demi tersedianya bahan baku," tutur Dorojatun.