Ahad 29 Mar 2020 09:56 WIB

Pusbarindo Dukung Kewajiban Rekomendasi Impor Bawang  

Kementan sudah menerbitkan 450 ribu ton RIPH bawang putih untuk 107 importir.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolandha
Kementerian Perdagangan secara khusus menerapkan kebijakan relaksasi impor bawang putih dan bombai hingga batas waktu 31 Mei. Melalui Permendag Nomor  27 Tahun 2020, persyaratan ijin impor berupa Persetujuan Impor (PI) serta Laporan Surveyor (LS) yang selama menjadi dasar importir memasukkan kedua komoditas bumbu dapur tersebut untuk sementara dicabut.
Foto: istimewa
Kementerian Perdagangan secara khusus menerapkan kebijakan relaksasi impor bawang putih dan bombai hingga batas waktu 31 Mei. Melalui Permendag Nomor 27 Tahun 2020, persyaratan ijin impor berupa Persetujuan Impor (PI) serta Laporan Surveyor (LS) yang selama menjadi dasar importir memasukkan kedua komoditas bumbu dapur tersebut untuk sementara dicabut.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para importir bawang yang tergabung dalam Perkumpulan Pelaku Usaha Bawang Putih dan Sayuran Umbi Indonesia (Pusbarindo) mendukung Kementerian Pertanian (Kementan) agar tetap mewajibkan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) sebagai syarat untuk mengimpor bawang putih dan bawang bombay. 

Ketua Pusbarindo, Valentino, mengatakan, keberadaan RIPH menjadi ujung tombak pemerintah, terutama Kementan untuk mewujudkan swasembada pangan, khususnya untuk bawang putih. Di mana, terdapat kewajiban wajib tanam lima persen bawang putih di dalam negeri oleh importir. Adapun untuk bawang bombay hingga saat ini seluruhnya merupakan produk impor.

Baca Juga

Kebijakan wajib tanam itu mengharuskan importir bisa memproduksi bawang putih di dalam negeri sebesar lima persen dari total kuota impor yang diajukan kepada pemerintah. Caranya, dengan menjalin mitra dengan para petani lokal. Wajib tanam juga hingga saat ini tetap menjadi syarat untuk bisa mendapatkan RIPH dari pemerintah.

"Dengan tetap dijalankannya aturan RIPH, maka para petani bawang putih juga mendapatkan kepastian berusaha dan berproduksi secara berkesinambungan dan hasil dalam negeri diharap bisa lebih maksimal," kata Valentino dalam keterangan resminya, Ahad (29/3).

Pusbarindo menyangkan sikap beberapa pihak yang masih merasa keberatan dengan adanya aturan RIPH dari Kementan dan mengusulkan agar syarat tersebut dihilangkan. Ia mengatakan, sikap itu sama saja dengan tidan mendukung semangat swasembada bawang putih nasional yang sudah dicanangkan bersama.

Valentino mengatakan, hingga akhir bulan ini, Kementan sudah menerbitkan 450 ribu ton RIPH bawang putih untuk 107 importir. Jumlah itu sudah setara 80 persen dari total kebutuhan rata-rata nasional per tahun. Adapun untuk bawang bombai sudah diterbitkan RIPH sebanyak 227 ribu ton atau dua kali lipat dari kebutuhan nasional per tahun.

Namun, pada awal bulan ini Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah menerbitkan kebijakan untuk membebaskan sementara Surat Persetujuan Impor (SPI) serta Laporan Surveyor (LS) bagi komoditas bawang hingga 31 Mei 2020. Dengan kebijakan itu, menurut Kemendag, semestinya  RIPH dari Kementan juga ditiadakan. Sebab pada dasarnya RIPH merupakan syarat administrasi untuk memperoleh SPI dari Kemendag.

Menurut Valentino, kebijakan itu tetap diapresiasi oleh pelaku importir bawang demi mempercepat penanganan kelangkaan pasokan saat ini. Namun, kata dia, RIPH perlu tetap diterapkan untuk menjaga semangat swasembada bawang putih.

"Jangan sampai aturan Kemendag itu disalahartikan dan diterjemahkan seolah-olah bebas syarat tanpa RIPH dan tanpa kontrol. Masalah ego sektoral dan transparansi seharusnya bisa sinkron antar dua kementerian ini," tegasnya.

Kementerian Pertanian sebelumnya menyatakan, akan melakukan pencatatan bagi importir bawang yang sudah mendatangkan pasokan dari luar negeri, baik yang sudah maupun belum mengantongi RIPH. Pencatatan akan dilakukan langsung oleh petugas Badan Karantina Pertanian yang berjaga di pelabuhan.

Pusbarindo meminta agar petugas karantina melakukan pendataan secara ketat agar tidak terdapat celah yang bisa merusak upaya swasembada bawang putih.

"Celah ini akan berdampak merusak semangat wajib tanam. Jika importir melakukan importasi tanpa RIPH, artinya dia menghindari dari aturan wajib tanam," ujarnya.

Pihaknya pun meminta Direktorat Jenderal Hortikultura Kementan agar melanjutkan penerbitan RIPH, khususnya dari anggota Pusbarindo yang dalam tiga tahun terakhir selalu patuh ada aturan wajib tanam. Sesuai imbauan Presiden Joko Widodo, kata Valentino, setiap kementerian lembaga harus mempermudah proses perizinan impor dan penyederhanaan birokrasi tanpa mengurangi transparansi.

Pusbarindo pun meminta agar Kementerian Koordinator Perekonomian bisa menertibkan Kementan dan Kemendag yang selama ini selalu merespons lambat pengajuan perizinan impor dari pelaku usaha. Alhasil, harga bawang selalu melonjak di awal tahun lantaran pasokan tidak memadai. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement