REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penurunan suku bunga acuan The Fed membuka kembali ruang bagi Bank Indonesia untuk menurunkan 7 Days Reverse Repo Rate (7DRRR). Research Director Core Indonesia, Piter Abdullah menilai penurunan suku bisa bisa tetap dilakukan meski berisiko melemahkan nilai tukar rupiah.
"Penurunan suku bunga The Fed itu memberi ruang untuk BI menurunkan suku bunga acuan, tapi kendalanya rupiah kita sedang tertekan," katanya kepada Republika.co.id, Selasa (17/3).
Piter meyakini BI akan membantu menahan perlambatan ekonomi, melonggarkan likuiditas dan menurunkan suku bunga acuan. Meski demikian, menurunkan suku bunga ada potensi lebih memperlemah rupiah.
Pada Selasa, nilai tukar rupiah tembus di level Rp 15.083 per dolar AS. Piter mengatakan tidak banyak pilihan kebijakan bagi BI. Intervensi juga sangat terbatas efektivitasnya.
"Tapi menurut saya BI tetap saja perlu turunkan suku bunga, karena rupiah tetap akan melemah walau suku bunga ditahan," katanya.
Dengan demikian, penurunan suku bunga bisa membawa stimulus pada perekonomian. BI telah menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin atau 0,25 persen pada Februari 2020, dipengaruhi oleh penyebaran wabah Covid-19.
Suku bunga acuan menjadi 4,75 persen. BI dapat menurunkan kembali suku bunga acuan sebesar 25 basis poin sambil mengambil kebijakan moneter yang tetap akomodatif dan konsisten dengan prakiraan inflasi yang terkendali dalam kisaran sasaran, stabilitas eksternal yang aman.
Penurunan suku bunga acuan sebelumnya merupakan langkah preemptive karena tertahannya prospek pertumbuhan ekonomi global sehubungan dengan menyebarnya Covid-19. Strategi operasi moneter terus ditujukan untuk menjaga kecukupan likuiditas, khususnya di pergantian tahun, dan mendukung transmisi bauran kebijakan yang akomodatif.