Sabtu 14 Mar 2020 10:11 WIB

Regenerasi Petani Dorong Lahirnya Petani Milenial

Sebanyak 90 persen petani Indonesia sudah memasuki fase kurang produktif.

Musim Tanam Pertama. Petani menanam padi Cibogo di area persawahan, Berbah, Sleman, Yogyakarta, Kamis (9/1).(Republika/ Wihdan)
Foto: Republika/ Wihdan
Musim Tanam Pertama. Petani menanam padi Cibogo di area persawahan, Berbah, Sleman, Yogyakarta, Kamis (9/1).(Republika/ Wihdan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Regenerasi petani menjadi salah satu faktor kunci untuk kemajuan dan modernisasi pertanian Indonesia. Melalui regenerasi, penggarapan lahan, proses produksi, dan agrobisnis akan dijalankan oleh mayoritas kelompok petani muda atau kaum milenial yang biasanya bekerja lebih produktif dan efisien dengan memanfaatkan teknologi serta selalu kreatif berinovasi. 

“Nah, kunci dari petani dan pertanian berteknologi adalah adanya regenerasi petani. Lalu, untuk menarik anak-anak muda ke pertanian, kita harus menjadikan sektor pertanian itu menjanjikan dan menguntungkan dengan pembukaan akses pasar, inovasi, dan tekhnologi,” kata Ketua Umum Pemuda Tani HKTI, Rina Sa’adah Adisurya, di arena Asian Agriculture and Food Forum (ASAFF) 2020  Jakarta, Jumat (13/3).

Rina juga menyebutkan bahwa regenerasi penting untuk mengatasi laju penurunan jumlah petani. Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), dia menunjukkan bahwa dalam jangka waktu dua tahun (2016 – 2018), penurunan jumlah petani di Indonesia berjalan cukup signifikan, yaitu sebanyak empat juta petani. “Di mana salah satu penyebabnya adalah masih lambannya proses regenerasi petani,” ujarnya dalam rilis yang diterima Republika.co.id. 

Data Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian, Kementerian Pertanian, menyebutkan, 90 persen dari total jumlah petani Indonesia sudah memasuki fase kurang produktif. Jadi perlu ada solusi menciptakan regenerasi petani.

Saat ini ada 33,4 juta petani di Indonesia. Dari jumlah itu, 2,7 juta petani usia milenial dan 30,4 juta usia 'kolonial'. “Jadi kita sedang bermasalah dalam hal fase umur petani,” tuturnya.

Data BPS juga menunjukkan bahwa di wilayah perdesaan hanya sekitar 4% anak muda berusia 15-23 tahun yang tertarik bekerja menjadi petani. Sisanya memilih bekerja di sektor industri, sektor industri kecil-menengah, atau sektor informal kota. Hal itu  karena pekerjaan non-pertanian itu  dipandang lebih potensial untuk menjamin kesejahteraan di masa depan.

Rina kemudian menjelaskan, pentingnya revitalisasi pertanian dengan regenerasi petani. Hal tersebut beralasan karena jumlah petani muda saat ini berjumlah di bawah angka tiga juta orang, sementara luas lahan pertanian Indonesia mencapai 7,78 juta hektare.

Ia mengemukakan, minimnya minat generasi milenial untuk terlibat dan terjun langsung dalam sektor pertanian menandakan bahwa pertanian hari ini dinilai sudah tidak menguntungkan lagi. Selain itu, secara status sosial masih dipandang rendah. Oleh karena itu kaum muda kehilangan gairah untuk bertani.

Situasi ini, kata dia,  bisa juga berimplikasi kurang baik terhadap target pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia pada 2045. “Oleh karena itu sekali lagi perlu ditekankan bahwa melibatkan generasi muda adalah kuncinya, dan pertanian modern adalah solusi untuk menarik generasi muda agar terlibat dalam bisnis pertanian,” paparnya. 

Kaum muda di kalangan milenial perlu didorong untuk menjadi petani. “Sebab,  jadi petani saat ini adalah termasuk gaul dan perlu melek teknologi,” ujarnya menambahkan. 

Untuk itu, lanjut  Rina, Pemuda Tani HKTI akan terus berupaya berperan aktif dalam upaya terciptanya regenerasi petani. Kemudian sebagai komponen bangsa, organisasinya juga terpanggil dan bertekad untuk berpartisipasi mendukung pemerintah dalam pembangunan sektor pertanian Indonesia. 

Presiden Joko Widodo sendiri telah mengarahkan seluruh kementeriannya untuk menyiapkan generasi muda menghadapi era revolusi industri 4.0, termasuk petani milenial. 

Kementan sendiri telah menargetkan penambahan satu juta petani muda untuk memakmurkan Indonesia ke depan. Jika ini terlaksana, maka Indonesia ke depan akan makmur sebab sektor pertanian adalah sektor prioritas dengan jumlah pintu pasar paling banyak di dunia. Apalagi, dunia internasional saat ini semakin membutuhkan pangan sebagai asupan pokok yang harus tersedia setiap hari.

Menurut Ketua Umum HKTI terpilih 2020-2023, Moledoko, sektor pertanian selama ini identik dengan kaum tua saja. Padahal di luar negeri, justru anak-anak milenial yang berperan membuat sektor pertanian maju dengan berbagai teknologinya. 

"Ini perlu ditularkan kepada anak-anak milenial di Indonesia, yakni perubahan mindset bahwa pertanian bukan hanya untuk kaum tua," ujarnya.

Itulah alasannya mengapa dalam penyelenggaraan kedua Asian Agriculture and Food Forum (ASAFF) 2020, HKTI memberikan peran banyak kepada kaum milenial. Menurut Moeldoko, masa depan pertanian di Indonesia adalah pemanfaatan teknologi yang bisa menunjang produktivitas pertanian. 

Salah satu komunitas kaum muda pertanian yang hadir dalam forum ASAFF 2020 adalah Kokopi (Koperasi Komunitas Kopi Indonesia). Kokopi menampilkan produk produk anggota berupa biji kopi, peralatan kopi, serta makanan minuman berbahan kopi.

Kokopi adalah sebuah koperasi yang menjadi wadah penggiat kopi Indonesia dari hulu sampai hilir. Koperasi itu  didirikan oleh 96 anggota pendiri dari 11 propinsi pada Juni 2017.

Koperasi ini bertekad mendorong Indonesia kembali menjadi penghasil kopi nomor satu dunia, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas. Tujuan akhirnya adalah menyejahterakan petani kopi.

Pada kesempatan terpisah, Ketua Media Center HKTI, Guntur Subagja, mengatakan bahwa Indonesia patut optimis dengan munculnya kaum milenial pertanian. “Meski belum signifikan jumlahnya, saat ini sudah banyak generasi muda menerjuni usaha tani seperti Kokopi tadi,” ujarnya.

Mereka, kata Guntur, menilai usaha di sektor pertanian memiliki prospek yang menjanjikan bagi generasi muda.  Terlebih lagi Presiden Joko Widodo  manargetkan Indonesia menjadi lumbung pangan dunia pada 2045.

“Target tersebut akan lebih mudah terlaksana jika pertanian dan agribisnis sudah dilirik lagi sebagai pekerjaan menjanjikan oleh generasi milenial. Sektor pertanian kita cukup baik, neraca perdagangannya positif dengan kontribusi besar dari sektor pertanian,” papar Guntur Subagja.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement