Jumat 06 Mar 2020 12:12 WIB

Dampak Kenaikan Cukai Rokok Mulai Terasa Pertengahan Maret

Pemerintah diharapkan tak lagi menaikkan cukai dan HJE Rokok pada 2020.

Rokok ilegal. (ilustrasi)
Foto: Bea Cukai
Rokok ilegal. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gabungan Pabrik Rokok (Gapero) Indonesia memperkirakan dampak negatif dari kebijakan pemerintah menaikkan cukai dan harga jual eceran (HJE) rokok sebesar 23 dan 35 persen akan terlihat setelah pertengahan Maret. Kebijakan itu menjadikan harga jual rokok semakin tinggi.

Dikhawatirkan penjualan rokok yang legal menjadi semakin susah. Ketua Gabungan Pabrik Rokok Malang (Gaperoma) Johni SH mengatakan buntutnya jumlah produksi rokok bakal menurun dan terjadi pengurangan tenaga kerja. "Pengusaha juga akan mengurangi pembelian bahan baku rokok yang pada akhirnya merugikan petani cengkih dan tembakau serta masyarakat luas," ujar dia di Jakarta, Jumat (6/3).

    

Hingga akhir Februari, pengusaha rokok masih menggunakan cukai tahun lalu. Namun mulai Maret ini, ujar Johni, pabrik rokok menggunakan cukai yang harganya sudah dinaikkan pemerintah. Demikian juga harga jual ecerannya mulai berlaku yang baru. Sehingga bulan Maret dan seterusnya akan terlihat dampak negatifnya.

Berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya, jika terjadi kenaikan cukai rokok, kata Johni, akan ada pengurangan produksi. Apalagi kebijakan yang dikeluarkan pemerintah belum lama ini dinilai menyesakkan pengusaha.

"Kenaikan 23 persen. Kemungkinan besar berdampak pada pengurangan tenaga kerja dan pengurangan pembelian bahan produksi,” kata Johni menegaskan dalam acara diskusi itu.

Johni juga mengungkapkan akibat kenaikan cukai dan HJE rokok yang tinggi, pengusaha dan pengelola industri hasil tembakau kesulitan membuat perencanaan keuangan dan produksi ke depan. Selain itu, pihaknya juga mengalami kesulitan perencanaan arus kas keuangan.

    

“Kalau pemerintah terlalu tinggi menaikkan cukai dan harga jual eceran, yang rugi pemerintah sendiri. Sebab, harga jual rokok menjadi berlipat lipat. Konsumen akan kesulitan membeli rokok yang legal," katanya.

Pengamat kebijakan publik Hilmi Rahman Ibrahim menyampaikan, pemerintah yang baik, dalam membuat kebijakan selalu memperhatikan dari banyak sisi. Selain itu juga harus mau mendengarkan suara dari berbagai kelompok masyarakat. "Bukan mengambil kebijakan hanya memperhatikan dari satu sisi semata," katanya.

Dalam kebijakan cukai, dosen senior Universitas Nasional Jakarta ini menyatakan, pemerintah tak bisa hanya memperhatikan aspek pemasukan negara. Apa artinya pemerintah menggali dan menaikkan cukai setinggi-tingginya untuk menutupi kekurangan keuangan negara, tapi di sisi lain, kebijakan itu justru menimbulkan ratusan ribu tenaga kerja kehilangan pekerjaan dan ribuan petani kehilangan mata pencaharian.

"Yang berakibat akan meningkatnya jumlah pengangguran dan angka penduduk miskin," ucap Hilmi. "Juga pemerintah akan kesulitan mendapatkan pemasukan di tahun-tahun berikutnya."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement