Jumat 06 Mar 2020 05:00 WIB

Importir Bawang Putih Minta Pemerintah Terbitkan Izin Baru

Ketersediaan bawang putih nasional awal Maret 2020 sekitar 30-35 ribu ton.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Ilustrasi Bawang Putih Impor
Foto: Mgrol101
Ilustrasi Bawang Putih Impor

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para importir bawang putih yang tergabung dalam Perkumpulan Pelaku Usaha Bawang Putih dan Sayuran Umbi Indonesia (Pusbarindo) meminta pemerintah untuk segera menerbitkan rekomendasi impor dan izin impor baru. Hal itu untuk mengamankan kenaikan lonjakan kebutuhan bawang putih saat bulan Puasa dan Lebaran.

"Kami harap Kementan sebaiknya segera terbitkan rekomendasi baru kepada perusahaan yang sudah memenuhi aturan dan perizinan impor karena kebutuhannya sudah sangat mendesak," kata Ketua Pusbarindo, Valentino saat ditemui di Jakarta, Kamis (5/3).

Baca Juga

Valentino menjelaskan, dari hasil pemantauan, pasokan bawang putih yang tersedia awal Maret 2020 sekitar 30-35 ribu ton. Selain itu, terdapat sebanyak 25,8 ribu ton bawang putih impor yang akan masuk pada akhir bulan ini sehingga diperkirakan terdapat pasokan sekitar 60 ribu ton.

Pasokan impor tersebut sesuai Surat Persetujuan Impor (SPI) yang diterbitkan Kementerian Perdagangan dari total Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) dari Kementerian Pertanian sebesar 103 ribu ton. Dengan kata lain, terdapat sekitar 78 ribu ton yang izinnya belum terbit.

Adapun, perkiraan kebutuhan pada maret sebesar 45 ribu ton. Memasuki April, kebutuhan diperkirakan naik 20 persen menjadi 50 ribu ton dan naik lagi hingga 40 persen menjadi sekitar 60 ribu ton.

Valentino mengatakan, jika dikalkulasikan maka total kebutuhan Maret-Mei 2020 sekitar 160 ribu ton. "Dengan pasokan yang ada sekarang 60 ribu ton, ada kekurangan sekitar 100 ribu ton. Ini berdasarkan perkiraan kami yang berada langsung di lapangan," kata Valentino.

Oleh sebab itu, Valentino berharap pemerintah bisa melakukan antisipasi khusus untuk komoditas bawang putih agar harga tidak kembali bergejolak. Dengan kekurangan sekitar 100 ribu ton, diperlukan RIPH baru dari Kementan. Sisa RIPH yang sebelumnya diterbitkan Kementan dan belum diterbitkan seluruh izin impornya masih kurang.

Selain menerbitkan RIPH baru, Pusbarindo meminta Kemendag untuk menerbitkan izin impor sesuai jumlah rekomendasi yang diterbitkan. Apalagi, kata Valentino, puluhan importir yang tergabung dalam Pusbarindo merupakan pelaku usaha yang selama ini mematuhi seluruh aturan pemerintah.

"Kementan, Kemendag, harus transparan. Kalau perlu diinformasikan, siapa perusahaan yang mendapat rekomendasi, izin, dan kesiapan gudang mereka. Jangan menciptakan ruang gelap," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement