Kamis 27 Feb 2020 06:32 WIB

OJK: Perlambatan Asuransi Syariah karena Faktor Eksternal

Saat ekonomi melambat, maka industri asuransi juga ikut terkena imbas.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Friska Yolanda
Ilustrasi Asuransi. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut perlambatan pertumbuhan industri asuransi syariah terjadi karena faktor eksternal.
Foto: pixabay
Ilustrasi Asuransi. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut perlambatan pertumbuhan industri asuransi syariah terjadi karena faktor eksternal.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut perlambatan pertumbuhan industri asuransi syariah terjadi karena faktor eksternal. Direktur Industri Keuangan Non Bank (INKB) Syariah, Moch Muchlasin menegaskan perlambatan bukan karena kondisi perusahaan atau internal industri.

"Kami sudah bicara dengan industri dan mereka menyampaikan perlambatan benar-benar karena faktor eksternal," katanya di Jakarta, Rabu (26/2).

Baca Juga

Jika ekonomi melambat, maka industri asuransi juga ikut terkena imbas. Sumber pertumbuhan seperti kredit perbankan, termasuk di bank syariah mengalami penurunan. Seperti diantaranya kredit kendaraan bermotor, properti, dan lain-lain.

Industri asuransi syariah mengalami penurunan pertumbuhan per Desember 2019. Secara total, aset industri asuransi syariah tahun 2019 tumbuh 8,44 persen dari biasanya dua digit. 

Rinciannya, pertumbuhan asuransi jiwa syariah sebesar 8,74 persen, asuransi umum syariah sebesar 5,02 persen, dan reasuransi syariah tumbuh 13,35 persen. Proyeksi pertumbuhan 2020 pun masih akan single digit.

Pertumbuhan aset 2019 tidak lepas dari pertumbuhan pendapatan kontribusi (atau di asuransi konvensional biasa disebut premi) yang secara nasional tumbuh 8,69 persen. Rinciannya, asuransi jiwa syariah tumbuh 9,76 persen, asuransi umum syariah kontraksi 1,08 persen, dan reasuransi syariah tumbuh 15,44 persen.

Muchlasin menyampaikan OJK dan industri terus berkomitmen untuk meningkatkan portofolio dan pertumbuhan. Salah satunya dengan menggarap potensi-potensi di dalam ekosistem syariah, termasuk diantaranya umrah dan haji.

Kementerian Agama telah mewajibkan setiap jamaah haji dan umrah memiliki asuransi syariah. Misal, asuransi syariah penyelenggaraan umrah yang ditawarkan seharga minimal Rp 50 ribu per jamaah per keberangkatan.

Dalam satu tahun, potensi jamaah umrah sekitar satu juta orang. Maka ada tambahan kontribusi sekitar minimal Rp 50 miliar. Muchlasin menyampaikan potensi tambahan tersebut memang tidak terlalu signifikan bagi pertumbuhan aset.

"Yang kami incar adalah turunannya, asuransi umrah dan haji ini adalah entry point," katanya.

Setelah produk untuk jamaah umrah, perusahaan travel ataupun jamaah bisa menjajaki produk asuransi syariah lainnya. Misal asuransi syariah umum, properti, kecelakaan atau personal accident juga asuransi jiwa syariah.

Efek tidak langsung terus dapat menjadi sumber pertumbuhan baru yang berkelanjutan. Yang pada akhirnya dapat memperkuat ekosistem keuangan dan industri syariah Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement