Selasa 18 Feb 2020 08:52 WIB

Dampak Virus Corona, BPS Beri Sinyal Lampu Kuning

Akibat Virus Corona, pemerintah perlu perhatikan dinamika perdagangan dengan Cina.

Pekerja medis mengecek kondisi pasien di RS Jinyintan di Wuhan, Hubei, yang dibangun khusus untuk pasien kritis virus corona jenis baru atau Covid-19, Kamis (13/2).
Foto: AP
Pekerja medis mengecek kondisi pasien di RS Jinyintan di Wuhan, Hubei, yang dibangun khusus untuk pasien kritis virus corona jenis baru atau Covid-19, Kamis (13/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) memberi sinyal lampu kuning kepada pemerintah terkait dampak penyakit virus korona baru (Covid-19). BPS meminta pemerintah mewaspadai dampak virus korona terhadap kinerja perdagangan, khususnya dengan Cina. Sebab, Cina merupakan mitra dagang terbesar Indonesia.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, pergerakan ekspor dan impor akibat virus korona mulai terasa pada pekan terakhir Januari. Kendati demikian, dampaknya baru akan terlihat jelas pada kinerja perdagangan bulan ini. "Efeknya bisa dilihat di bulan berikutnya yang menyajikan data Februari," kata Suhariyanto saat mengumumkan kinerja ekspor dan impor Januari 2020 di kantor BPS, Jakarta, Senin (17/2).

Baca Juga

Suhariyanto menambahkan, pemerintah perlu memperhatikan betul dinamika perdagangan dengan Cina karena perlambatan ekonomi Negeri Tirai Bambu akan berdampak kepada Indonesia. Berdasarkan prediksi Bank Dunia, kata Suhariyanto, 1 persen penurunan ekonomi Cina berpotensi menurunkan 0,3 persen pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Dari sisi perdagangan, kinerja ekspor dan impor antara Indonesia dan Cina pun telah melemah pada Januari 2020. Berdasarkan catatan BPS, nilai ekspor nonmigas ke Cina turun 211,9 juta dolar AS atau minus 9,15 persen menjadi 2,1 miliar dolar AS dibandingkan dengan Desember 2019.

Impor nonmigas dari Cina juga menurun. Penurunannya mencapai 125,2 juta dolar AS menjadi 3,94 miliar dolar AS dolar AS atau minus 3,08 persen dibandingkan dengan Desember 2019.

Menurut Suhariyanto, kinerja ekspor Indonesia ke Cina masih cukup baik, khususnya jika dibandingkan dengan Januari 2019 yang mengalami kenaikan 21,77 persen. Salah satu komoditas yang naik secara tahunan (yoy) adalah bahan bakar mineral yang tumbuh 29,49 persen.

Secara keseluruhan, neraca perdagangan Indonesia pada Januari 2020 defisit 860 juta dolar AS. Nilai ini lebih kecil daripada defisit Januari 2019 yang sebesar 1,06 miliar dolar AS, tetapi tetap lebih besar daripada Januari 2018 yang defisit 730 juta dolar AS. Nilai ekspor tercatat sebesar 13,41 miliar dolar AS. Sedangkan, nilai impor mencapai 14,27 miliar dolar AS.

photo
Sejumlah truk membawa muatan peti kemas di Terminal 3 Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. (ilustrasi)

Menteri Perdagangan Agus Suparmanto menyebutkan, melemahnya kinerja ekspor pada awal tahun ini dipicu merebaknya virus korona. Pada Januari, kinerja ekspor tercatat turun 7,16 persen terhadap Desember 2019. "Memang ada dampak dari virus ini, ekspor dan impor ada sedikit perlambatan," kata Agus saat ditemui di kantor Kemenko Perekonomian, Senin (17/2).

Agus mengatakan, pemerintah akan terus melihat perkembangan perekonomian global dalam sebulan ke depan. Pemerintah juga akan melakukan beberapa penyesuaian kebijakan demi menjaga kinerja ekspor Indonesia tetap tumbuh dan tidak semakin tertekan. "Ini kita bicara situasinya dahulu, langkah apa yang harus diambil. Tiongkok ini sangat berpengaruh sekali terhadap neraca kita," ujarnya.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah bekerja untuk jangka menengah, bukan jangka pendek. Oleh karena itu, ia enggan berkomentar lebih jauh soal langkah dan kebijakan pemerintah dalam mengantisipasi tekanan ekonomi global akibat virus korona.

Menurut dia, surplus perdagangan akan bisa diraih Indonesia dalam waktu tiga tahun ke depan. "Targetnya kan tiga tahun (neraca dagang surplus—Red)," kata dia.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bakal terus memperhatikan dampak korona terhadap perekonomian. Apalagi, virus korona telah berdampak ke beberapa negara di Asia Tenggara.

Menurut Sri, Singapura yang kini melaporkan kasus korona positif akan mengumumkan revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi 2020-2021. "Mereka telah merevisi ke bawah pertumbuhan ekonominya, di kisaran 0,2 persen sampai 0,5 persen atau titik temunya pada nol persen," ujar Sri dalam Indonesia Economic and Investment Outlook 2020 di kantor BKPM, Jakarta, Senin, (17/2).

Sri mengatakan, pemangkasan pertumbuhan ekonomi Singapura tersebut merupakan barometer bagi Indonesia. Sebab, wabah korona membuat kondisi dunia, khususnya Asia sulit diprediksi. "2020 penuh ketidakpastian. Ini harus diperhatikan," ujarnya.

Meski begitu, Sri berharap pertumbuhan ekonomi nasional tetap terjaga. Menurut dia, tahun ini banyak indikasi yang lebih baik daripada 2019.

Sri menegaskan, pemerintah akan terus berupaya menjaga stabilitas ekonomi Indonesia. Di antaranya dengan melanjutkan kebijakan yang diimplementasikan pada 2019. n adinda pryanka/sapto andika candra, ed: satria kartika yudha

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement