Ahad 09 Feb 2020 23:15 WIB

Harga Properti yang Kian Mahal Dongkrak Bisnis Kos

PT Hoppor atau Kamar Keluarga terus memperluas jaringan karena tingginya bisnis kos

Tampak salah satu contoh kamar kos yang ditata dengan baik. PT Hoppor atau Kamar Keluarga terus memperluas jaringan karena tingginya bisnis kos
Foto: dok istimewa
Tampak salah satu contoh kamar kos yang ditata dengan baik. PT Hoppor atau Kamar Keluarga terus memperluas jaringan karena tingginya bisnis kos

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sektor properti tahun ini berpotensi lebih baik dibanding tahun sebelumnya. Menangkap peluang itu, perlu kreatifitas pelaku industri untuk menyediakan hunian yang paling digemari saat ini seperti hunian co-living termasuk rumah kos.

Anton Sitorus, Department Head Research & Consultancy PT Savills Consultants Indonesia mengatakan, agar pertumbuhan sektor properti menjadi lebih maksimal, harus didukung oleh kreatifitas pengembang dalam mengemas produk yang menarik, terutama mengenai harga.

“Permintaan besar, tetapi untuk bisa tumbuh pengembangnya harus kreatif dalam membuat produk, dan harga terjangkau. Jika itu terpenuhi, saya yakin market meningkat,” katanya.

Menurutnya, salah satu konsep yang saat ini tengah digemari adalah co-living. Namun kata dia, jika konsep co-living ditawarkan dengan harga tinggi, pembelinya tentu juga akan terbatas. “Market co-living seperti properti lain pasarnya ada, asalkan harga cocok,” katanya.

Hal senada diungkapkan Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda. Menurutnya, saat ini harga properti sudah sangat tinggi sehingga kesulitan untuk dijual. “Namun masih ada juga investor yang membeli, dengan harapan harganya akan terus naik. Padahal, pasar properti sama seperti ekonomi mempunyai siklus pasar, ini sering kali diabaikan oleh investor," katanya.

Itu sebabnya, tak heran jika saat ini banyak masyarakat yang lebih memilih untuk menyewa dibandingkan untuk membeli, terutama di kota-kota besar. Bahkan dalam survei yang dilakukan oleh IPW, generasi milenial di kota-kota besar, seperti di Jakarta, lebih senang menyewa dibandingkan membeli properti.

“Hasil survei kami sekitar 47,4 persen pilih tinggal di kos-kosan, kemudian sebanyak 47,1 persen berkeinginan untuk tinggal di apartemen, sedangkan sisanya memilih tinggal di kediaman keluarga atau saudara," katanya.

Dengan penghasilan rata-rata kaum milenial berkisar Rp 6 juta - Rp 7 juta per bulan artinya mereka hanya mampu membeli properti dengan cicilan Rp 2 juta - Rp 2,5 juta per bulan atau seharga Rp 200-300 jutaan. Dengan rentang harga tersebut sulit untuk mereka mendapatkan properti di Jakarta. Itu sebabnya, milenial lebih memilih menyewa apartemen atau kosan.

Berdasarkan riset IPW, saat ini ada sebanyak 39,9 persen kaum milenial tinggal di kos atau apartemen dengan besaran sewa di bawah Rp 2 juta per bulan. Lalu sebanyak 38,5 persen menyewa dengan harga Rp 2 juta hingga 3 juta per bulan, dan 21,6 persen menyewa dengan harga di atas Rp 3 juta per bulan.

Besarnya pasar kosan di kota-kota besar ini diakui oleh PT Hoppor International. Perusahaan yang dikenal dengan nama Kamar Keluarga itu mengatakan bahwa setiap tahun tren penyewa kosan terus tumbuh.

Hal itu juga yang membuat Kamar Keluarga terus meluaskan jaringannya di kota-kota besar dan daerah penyangganya. Selama dua tahun berdiri, Kamar Keluarga kini telah memiliki 2.041 kamar yang tersebar di 75 lokasi di Jabodetabek dan Bandung. “Kami akan terus melihat setiap potensi pengembangan bisnis kosan. Hal ini untuk menjawab kebutuhan pasar,” ujar CEO Kamar Keluarga Charles Kwok.

Untuk mendukung ekspansi tersebut, Kamar Keluarga tahun ini akan melakukan Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI). Dana hasil IPO tersebut sebagian besar akan digunakan untuk menambah jaringan dibeberapa daerah.

Selain mendirikan kos sendiri, Kamar Keluarga sejatinya juga membuka peluang kepada para pemilik aset berupa tanah atau properti mengganggur untuk dijadikan produktif dan menghasilkan passive income. "Sistemnya bagi hasil, Kamar Keluarga akan menjadikan lahan atau bangunan tidak produktif menjadi kamar kos atau hunian co-living. Nantinya pemilik akan mendapat uang sewa jangka panjang 10 tahun hingga 25 tahun," pungkas Charles.

Anton memang melihat tahun ini adalah waktu yang tepat untuk mencari dana segar di pasar. Terutama bagi perusahaan properti segmen menengah yang fokus di segmen harga terjangkau. “Sebenarnya ini kesempatan bagi pemain baru pengembang untuk masuk bursa dan fokus di segmen harga terjangkau, itu yang prospektif. Jadi menurut saya ini momen tepat,” kata Anton.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement