Jumat 07 Feb 2020 13:03 WIB

UE Tingkatkan Standar 3-MCPD Bentuk Diskriminatif Sawit

Standar 3-MCPD dapat menjadi hambatan perdagangan lain bagi Indonesia.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menilai rencana Uni Eropa untuk meningkatkan standar batas aman terhadap kontaminan 3-monochlorpropanediol (3-MCPD) dalam minyak makan, merupakan langkah yang diskriminatif terhadap minyak nabati dari kelapa sawit.
Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menilai rencana Uni Eropa untuk meningkatkan standar batas aman terhadap kontaminan 3-monochlorpropanediol (3-MCPD) dalam minyak makan, merupakan langkah yang diskriminatif terhadap minyak nabati dari kelapa sawit.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menilai rencana Uni Eropa untuk meningkatkan standar batas aman terhadap kontaminan 3-monochlorpropanediol (3-MCPD) dalam minyak makan, merupakan langkah yang diskriminatif terhadap minyak nabati dari kelapa sawit. Isu ini muncul setelah penelitian Uni Eropa mencatat minyak sawit mengandung 3-MCPD dan GE yang tertinggi.

Uni Eropa (UE) pada 2021 akan menerapkan batas 2,5 ppm terhadap kontaminan 3-MCPD yang ditemukan dalam minyak sawit sebagai bahan makanan. Sementara pada minyak nabati lain, seperti minyak canola dan kedelai hanya ditetapkan 1,25 ppm.

Baca Juga

"Kami menentang rencana UE untuk menetapkan batas 1,25 ppm untuk minyak nabati yang diproduksi di UE. Ini diskriminatif," kata Airlangga dalam Forum Dewan Negara-Negara Penghasil Kelapa Sawit (CPOPC) yang digelar di Jakarta, Jumat (7/2).

Airlangga menilai peningkatan standar 3-MCPD, sebagai kontaminan makanan dalam lemak dan minyak olahan ini akan membuat konsumen salah paham karena menganggap minyak nabati dari kelapa sawit lebih buruk dibandingkan dengan minyak nabati lainnya yang memiliki batas lebih rendah. Selain itu, langkah UE ini menjadi hambatan perdagangan lainnya bagi Indonesia, terutama setelah minyak kelapa sawit sebagai bahan bakar nabati (biodiesel) dikategorikan sebagai minyak nabati yang berisiko tinggi dalam Kebijakan Red II dan Indirect Land Use Change (ILUC).

"Mereka menaikkan eskalasi dagangnya, menetapkan standar yang lebih tinggi lagi agar kelapa sawit mendapatkan hambatan nontarif. Hambatan ini merupakan kampanye terhadap konsumen. Ini yang paling bahaya," kata Airlangga.

Oleh karena itu, ia mendukung CPOPC yang merekomendasikan batas maksimum 3-MCPD sebesar 2,5 ppm untuk semua minyak nabati yang dikonsumsi. CPOPC menilai batasan maksimum tersebut dapat diterapkan dan tidak perlu ada perbedaan batas maksium di antara berbagai minyak nabati.

Isu soal standar batas aman kontaminan monochlorpropanediol (3-MCPD) dan glycidol esters (GE) muncul setelah penelitian di Uni Eropa mencatat minyak sawit mengandung 3-MCPD dan GE yang tertinggi di antara minyak nabati lainnya. Senyawa 3-MCPD merupakan senyawa hasil hidrolisis 3-MCPD ester yang dinilai memiliki efek negatif terhadap kesehatan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement