REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk mengklaim tidak melakukan window dressing terkait pemberian kredit dan restrukturisasi yang diberikan perseroan kepada PT Batam Island Marina (BIM). Sebab, segala proses bisnis yang berlangsung telah mengikuti aturan yang berlaku, melalui analisis bank, sesuai peruntukkannya serta telah lunas.
Sekretaris Perusahaan BTN Achmad Chaerul mengatakan secara bisnis penyaluran kredit ke BIM telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Adapun upaya penyelesaian permasalahan kredit pada perusahaan tersebut juga sesuai dengan aturan.
“Terkait dugaan window dressing kami pastikan tidak ada karena secara bisnis pemberian fasilitas perbankan tersebut telah selesai dan lunas,” ujarnya kepada Republika.co.id, Jumat (7/2).
Chaerul menjelaskan proses pemberian kredit dari BTN kepada BIM telah melalui proses analisis dan sesuai aturan yang berlaku, sehingga disetujui perseroan. Kemudian dari persetujuan tersebut, disalurkan plafon awal senilai Rp 100 miliar melalui rekening BIM pada BTN.
“Kredit tersebut juga telah dijamin dengan agunan yang memadai dan telah diikat dengan Hak Tanggungan sesuai ketentuan yang berlaku,” ucapnya.
Sejak kredit direalisasikan sampai dengan Juli 2018, lanjut Chaerul, debitur atas nama BIM tercatat lancar dalam membayar kewajiban bunganya. Menurutnya kredit BIM mulai bermasalah ketika terjadi penurunan kemampuan keuangan proyek.
“Penyebabnya, yakni meningkatnya Rencana Anggaran Biaya (RAB) proyek dan terlambatnya penerimaan dana dari konsumen. Keterlambatan tersebut terjadi akibat ketidaksesuaian rencana pembangunan unit dan realisasinya di lapangan,” jelasnya.
Selain itu, BIM pun ditetapkan status Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) sesuai hasil sidang pada 18 Oktober 2018 oleh Pengadilan Niaga di Medan. Adapun ketentuan perseroan melakukan upaya-upaya penyelamatan kredit dengan melakukan pola penjualan piutang secara cassie kepada PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) pada 31 Desember 2018.
“Saat itu, cesie merupakan opsi penyelesaian terbaik dan memenuhi ketentuan yang berlaku,” ucapnya.
Chaerul menegaskan kredit terhadap PPA tidak ada indikasi window dressing karena pemberiannya telah sesuai dengan peruntukkan. Saat ini, fasilitas tersebut telah lunas pada 5 Maret 2019. “Secara bisnis, pemberian dua fasilitas perbankan tersebut telah selesai,” jelasnya.
Chaerul menambahkan perseroan juga telah dipanggil Badan Akuntabilitas Keuangan Negara Dewan Perwakilan Rakyat (BAKN DPR). “Secara korporasi dengan tegas harus saya katakan kalau kita tidak sependapat dengan sangkaan atau dugaan window dressing pada 2018 yang disampaikan Ketua Serikat Pekerja BTN. Apa yang disampaikan mereka kepada BAKN banyak tidak berdasar pada data dan fakta,” ucapnya.
Ke depan BTN berupaya meningkatkan penerapan asas Good Corporate Governance (GCG) dalam pelaksanaan bisnisnya. Perseroan pun pun terus memupuk pencadangan dengan rasio mencapai 52,67 persen pada September 2019 atau setara Rp 2,18 triliun. Posisi pencadangan tersebut naik 21,34 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) dari Rp1,79 triliun pada September 2018.