Selasa 02 Apr 2024 21:28 WIB

Bos Danareksa Ungkap Penanganan 15 BUMN 'Pasien' PPA

Danareksa mendorong PPA untuk menangani segera 15 BUMN sakit.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Petugas keamanan melintas di area eks Pabrik PT Iglas, Gresik, Jawa Timur, Jumat (10/9/2021). PT Iglas yang berdiri tahun 1956 merupakan salah satu perusahaan BUMN yang bergerak di bidang pembuatan kemasan gelas khususnya botol dan saat ini dikuasakan oleh pemerintah selaku pemegang saham kepada PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero).
Foto: ANTARA/Zabur Karuru
Petugas keamanan melintas di area eks Pabrik PT Iglas, Gresik, Jawa Timur, Jumat (10/9/2021). PT Iglas yang berdiri tahun 1956 merupakan salah satu perusahaan BUMN yang bergerak di bidang pembuatan kemasan gelas khususnya botol dan saat ini dikuasakan oleh pemerintah selaku pemegang saham kepada PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama PT Danareksa (Persero) Yadi Jaya Ruchandi membeberkan progres penanganan 15 BUMN yang menjadi "pasien" PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA). Yadi menyiapkan PPA merupakan anak usaha Danareksa yang bertugas untuk menangani 15 BUMN. 

"Kalau saya sih melihatnya umumnya akan berkurang, pasti berkurang, salah satunya ditutup atau dimerger," ujar Yadi di Jakarta, Selasa (2/4/2024).

Yadi menyampaikan penutupan atau penggabungan merupakan opsi dari penanganan terhadap 15 BUMN tersebut. Yadi menyebut detail lebih lanjut merupakan tugas PPA. 

Danareksa, ucap Yadi, mendorong percepatan lantaran PPA telah mendapatkan amanah dari Kementerian BUMN sudah cukup lama yakni sekitar akhir 2020. 

"Kan sudah melewati up and down, Covidnya sudah selesai juga. Saya bilang, harusnya ada percepatan karena PPA perlu menyiapkan diri kembali karena masih banyak PR BUMN-BUMN yang lain, masih banyak yang belum selesai," ucap Yadi.

Yadi menargetkan proses penanganan ini dapat segera rampung. Yadi menyampaikan PPA juga harus menindaklanjuti proses PKPU untuk penyelesaian status BUMN. 

"Ada proses PKPU kan maksimum menurut UU 270 hari memberikan waktu yang cukup untuk memberikan proposal perdamaian, tapi kalau dirasa proposal perdamaian tidak perlu diteruskan lagi, sudah lah, tidak usah menunggu sampai 270 hari, kan lama juga hampir satu tahun," kata Yadi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement