Kamis 30 Jan 2020 17:34 WIB

Kementan Cari Terobosan Swasembada Sapi, PPSKI: Realistis

PPSKI meminta pemerintah menetapkan kebijakan secara matang mencapai swasembada sapi

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Gita Amanda
Sejumlah pendagang membawa hewan ternak sapi yang akan dijual di Pasar Hewan Sunggingan, Boyolali, Jawa Tengah, Rabu (22/1/2020).
Foto: Antara/Aloysius Jarot Nugroho
Sejumlah pendagang membawa hewan ternak sapi yang akan dijual di Pasar Hewan Sunggingan, Boyolali, Jawa Tengah, Rabu (22/1/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Rochadi Tawaf, meminta pemerintah untuk menetapkan kebijakan secara matang dalam mencapai swasembada daging sapi. Sebab, program Sapi Indukan Wajib Bunting (Siwab) yang dijalankan dalam beberapa tahun terakhir kurang efektif untuk meningkatkan produksi dan menekan impor daging sapi tahunan.

Rochadi menilai, keberhasilan peningkatan produksi daging sapi semestinya terlihat dari menurunnya harga. Namun, dalam tiga tahun terakhir, harga cenderung stagnan. "Pemerintah harus realistis. Memang produksi harus diintervensi, tapi dengan cara yang realistis dan bukan dengan data yang dibesar-besarkan," kata Rochadi saat dihubungi, Kamis (30/1).

Baca Juga

Rochadi mengatakan, kebijakan mengimpor sapi indukan untuk membantu pengembangbiakan produksi dalam negeri terbukti gagal. Sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kebijakan tersebut tidak terealisasi dengan optimal. Alasannya, karena keterbatsan anggaran dan populasi sapi indukan dari negara asal yang tidak mencukupi.

Menurutnya, hanya sapi lokal yang bisa diandalkan dan harus diprioritaskan untuk terus dipacu produktivitasnya. Oleh karena itu, upaya mencapai swasembada daging sapi harus dilakukan secara terukur dan tidak terburu-buru karena membutuhkan proses panjang.

"Kalau memang selama ini pemerintah mengklaim berhasil meningkatkan produksi, nyatanya harga tetap mahal. Harga itu indikator yang tidak bisa dibohongi," kata dia.

Lebih lanjut, Rochadi mengatakan, stagnasi daging sapi dalam beberapa tahun terakhir bisa jadi karena bertambahnya ketersediaan daging di dalam negeri. Namun, yang perlu dicatat ialah adanya pemasukan impor daging kerbau yang volumenya terus ditambah. Dengan kata lain, stagnasi harga bukan diakibatkan kenaikan produksi sapi, namun karena impor.

Jika biaya produksi yang tinggi dinilai sebagai penghambat turunnya harga ketika produksi naik, Rochadi menilai hal itu pun bisa terjadi. "Namun, walaubagaimanapun ketika produksi kita naik, pasti akan ada keseimbangan harga yang baru. Semuanya tergantung supply-demand," kata dia.

Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan tengah mencari terobosan baru untuk mencapai swasembada daging sapi. Pasalnya, kekurangan pasokan daging sapi di Indonesia cukup besar dan memicu besarnya volume impor ternak dari berbagai negara.

Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, mengatakan, Presiden Joko Widodo telah menginstrusikan kepada Kementerian Pertanian untuk mendata ulang neraca daging sapi di dalam negeri. Kekurangan yang didapat, harus segera diintervensi Kementan agar dapat menekan angka impor daging sapi yang terus meningkat.

"Kita harus segera intervensi ini. Presiden sudah perintahkan makanya sedang kita persiapkan. Ini serius karena Presiden minta dicarikan jalan keluar," kata Syahrul.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement