Rabu 22 Jan 2020 19:20 WIB

Direksi Garuda Hadapi Tantangan Krisis Kepercayaan

Krisis kepercayaan jadi PR terbesar direksi baru Garuda.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Indira Rezkisari
Mantan Komisaris Garuda Indonesia Sahala Lumban Gaol (kanan) dan Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Fuad Rizal usai memberikan paparan hasil Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Garuda Indonesia (Persero) di Auditorium Garuda City Center (GCC) Garuda Indonesia Management Building, Kompleks Perkantoran Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Rabu (22/1).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Mantan Komisaris Garuda Indonesia Sahala Lumban Gaol (kanan) dan Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Fuad Rizal usai memberikan paparan hasil Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Garuda Indonesia (Persero) di Auditorium Garuda City Center (GCC) Garuda Indonesia Management Building, Kompleks Perkantoran Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Rabu (22/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk telah menunjuk susunan komisaris dan direksi baru pada maskapai pelat merah tersebut. Jajaran direksi dianggap memiliki PR yang cukup berat.

Menurut Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Pieter Abdullah, PR dari manajemen baru sangat berat. Hal ini mengingat kondisi Garuda yang saat ini mengalami krisis kepercayaan karena berbagai kasus dan berulang kali pergantian manajemen dalam kurun waktu singkat. Sejak 2014 tercatat sudah terjadi pergantian kepemimpinan hingga enam kali.

Baca Juga

Dari nama-nama direksi yang baru, terdapat dua orang berasal dari ahli penerbangan yakni Direktur Operasi Tumpal Manumpak Hutapea dan Direktur Human Capital Arya Perwira Adileksana. Keduanya memiliki pengalaman sebagai pilot, sedangkan sisanya ahli keuangan. Adanya ahli penerbangan, kata Pieter, dinilai sangat penting untuk pengembangan bisnis Garuda.

"Tantangan di Garuda utamanya bagaimana meningkatkan efisiensi yang terkait dengan pemanfaatan pesawat yang mereka miliki. Karena ini berpengaruh besar sekali dengan keuangan mereka," ujar Pieter kepada Republika.co.id, Rabu (22/1).

Pieter menjelaskan, dalam pengembangan bisnis penerbangan ke depannya, Garuda harus lebih cermat dalam mengatur jalur penerbangan dan memanfaatkan pesawat sesuai dengan jalur yang potensial juga pengembangan bisnis lain yang menguntungkan.

"Ini kan lebih banyak orang keuangan, kalau tidak paham bisnis penerbangan, dikhawatirkan akan terjadi kembali inefisiensi di penerbangan di Garuda yang berakibat pada keuangannya," tutur Pieter.

Menurut Pieter, kinerja manajemen yang baru dapat terlihat paling cepat pada Semester I tahun ini.

"Paling cepat dua kuartal sudah kelihatan arah kebijakan bisnisnya kemana. Walaupun belum dalam bentuk perbaikan keuangan tapi kita sudah bisa melihat langkah kebijakan yang diambil seperti apa," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement