Rabu 22 Jan 2020 10:39 WIB

KSSK: Sistem Keuangan Indonesia Terkendali

Meredanya ketidakpastian global mendorong masuknya aliran modal asing ke Indonesia

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Konferensi pers hasil rapat Komite Sistem Stabilitas Keuangan (KSSK) di Gedung Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta, Rabu (22/1). Turut hadir (kiri-kanan) Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) Halim Alamsyah.
Foto: Republika/Adinda Pryanka
Konferensi pers hasil rapat Komite Sistem Stabilitas Keuangan (KSSK) di Gedung Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta, Rabu (22/1). Turut hadir (kiri-kanan) Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) Halim Alamsyah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Komite Sistem Stabilitas Keuangan (KSSK) menyimpulkan, stabilitas sistem keuangan pada kuartal keempat 2019 tetap terkendali. Kondisi ini berlangsung di tengah ketidakpastian perekonomian global yang mengalami penurunan serta sorotan masyarakat terhadap permasalahan pada beberapa lembaga jasa keuangan di Indonesia.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, terdapat sejumlah perkembangan positif yang mendorong stabilitas tersebut. Di antaranya, kemajuan perundingan perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dengan China.

Baca Juga

"Meskipun kelanjutan proses keluarnya Inggris dari Uni Eropa atau Brexit dan beberapa risiko geopolitik global masih perlu menjadi perhatian," ujarnya dalam konferensi pers KSSK di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (22/1).

Ketidakpastian yang mereda pada kuartal keempat 2019 juga berdampak pada penurunan risiko di pasar keuangan global. Efek berikutnya, Sri menambahkan, mendorong berlanjutnya aliran masuk modal asing ke negara berkembang, termasuk ke Indonesia.

Dari sisi domestik, perekonomian Indonesia tetap memiliki daya tahan baik. Antara lain ditandai dengan terjaganya pertumbuhan ekonomi yang ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan investasi, terutama di sektor bangunan.

Sri mengatakan, ekspor pun mulai meningkat meskipun kinerja investasi non bangunan masih memerlukan perhatian. Secara keseluruhan, ia menjelaskan, neraca pembayaran Indonesia sepanjang 2019 juga diperkirakan mencatat surplus yang dipengaruhi aliran masuk modal asing dalam jumlah besar. Kondisi itu dibarengi dengan defisit transaksi berjalan yang mengalami penurunan.

Di sisi lain, nilai tukar rupiah mengalami penguatan didorong berlanjutnya aliran modal asing masuk dan bekerjanya mekanisme pasar dan meningkatnya kepercayaan para investor. "Demikian juga infasli terkendali di kisaran target," kata Sri selaku koordinator KSSK.

Stabilitas pada sektor keuangan juga tetap terjaga. Mengenai permasalahan pada beberapa lembaga jasa keuangan, Sri menjelaskan, langkah-langkah penanganan secara terkoordinasi dan komprehensif terus serta sedang dilakukan.

Sri memastikan, KSSK tetap mewaspadai potensi risiko yang berasal dari perekonomian global maupun dari dalam negeri. Termasuk dengan menigkatkan koordinasi kebijakan di antara para anggota KSSK. "Baik itu di sektor fiskal, moneter, di OJK dan LPS untuk makroprudential perbankan," ujarnya.

Bauran kebijakan

Sri menambahkan, stabilitas ekonomi pada kuartal keempat tahun lalu tidak terlepas dari bauran kebijakan pada fiskal dengan moneter. Di bidang fiskal, APBN 2019 melakukan fungsi countercyclicak dan berhasil menjaga momentum pertummbuhan serta stabilitas makro ekonomi.

Defisit APBN tercatat 2,2 persen dari Produk Domestik Bruto dengan sumber pembiayaan yang tetap terjaga secara hati hati. Sementara itu, rasio utang dipertahankan dalam batas aman. imbal hasil SBN juga alami penurunan sebagai dampak dari perbaikan kredit rating dan meningkatnya kepercayaan pasar.

Sri memastikan, pelaksanaan APBN 2019 telah turut mengakselerasi pencapaian prioritas pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat serta mendukung kegiatan investasi dan dunia usaha. "Hal ini dilakukan melalui pemberian fasilitas perpajakan, percepatan restitusi dan pemberian insentif untuk usaha menengah kecil dan mikro," katanya.

Di sisi lain, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyebutkan, pihaknya terus memperkuat bauran kebijakan. Dengan terjaganya stabilitas baik inflasi nilai tukar dan neraca pembayaran, seluruh instrumen bauran kebijakan BI diarahkan untuk menjaga dan memperkuat momentum pertumbuhan ekonomi.

Sejak Juli 2019, BI telah menurunkan suku bunga kebijakan BI 7 day reverse repo rate sebanyak empat kali sebesar 100 basis poin menjadi lima persen. Di bidang makroprudential, BI kembali memperlonggar kebijakan maroprudential akomodatif.

Pertama, melalui pelonggaran pengaturan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) secara konvesnional dan syariah. Kedua, mendorong permintaan redit pelaku usaha melalui pelonggaran ketentuan rasio loan to value atau financing to value, termasuk untuk kredit/ pembiayaan properti dan uang muka kendaraan bermotor yang berwawasan lingkungan.

"Selain itu, kebijakan sistem pembayaran dan pendalaman pasar diperkuat untuk dukung pertumbuhan ekonomi," ujar Perry.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement