Senin 20 Jan 2020 13:32 WIB

Kadin Dorong Penerapan Bahan Bakar Berbasis Karet Alam

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil karet alam terbesar di dunia

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Nidia Zuraya
Petani sedang menyadap karet
Foto: Anis Efizudin/Antara
Petani sedang menyadap karet

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bekerja sama dengan Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia (APBI) mendorong penerapan teknologi bahan bakar nabati. Ini bertujuan mendukung kesinambungan industri berbasis karet alam.

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perindustrian Johnny Darmawan menjelaskan, dalam industri karet, latex merupakan hasil utama yang diambil dari tanaman karet. "Sementara biji karetnya dibuang sebagai limbah dan belum dimanfaatkan, padahal sebetulnya bisa diolah menjadi bahan bakar nabati yang potensial untuk dikembangkan, baik secara teknis maupun keekonomiannya," ujar dia di Menara Kadin, Jakarta, Senin, (20/1).

Baca Juga

Perlu diketahui, Indonesia merupakan salah satu negara penghasil karet terbesar di dunia. Pada 2019, total produksinya mencapai 3,55 juta ton per tahun, lalu luas seluruh area perkebunan karet di Indonesia menembus 3,4 juta hektar.

Upaya pemerintah mendorong penggunaan bahan bakar nabati untuk mengurangi konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang berasal dari minyak bumi, diawali dengan Peraturan Presiden RI Nomor 5 tahun 2006. Aturan itu menargetkan pemanfaatan bahan bakar nabati (BBN) hingga lima persen dari total energi primer pada 2025.

Kemudian ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya mandatori penggunaan bahan bakar nabati melalui Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 32 tahun 2008. Hanya saja sejak aturan itu dikeluarkan, pemanfaatan Bahan bakar nabati belum pernah mencapai target.

Di sisi lain, produksi karet nasional atau lateks dalam kurun waktu 5 tahun terakhir cukup besar yakni di atas 3,3 juta ton. Sedangkan harga karet dalam lima tahun terakhir terus mengalami tekanan pada level yang dinilai tidak remuneratif bagi produsen.

Selain itu, daya serap karet untuk industri ban hanya menyerap 70 persen dari kosumsi karet alam nasional. “Jadi saat ini harus dicarikan solusi karena petani mengalami kesulitan penjualan dan kesulitan meningkatkan harga karet," kata Johnny.

Agar petani tidak tambah rugi, lanjutnya, harus ada upaya lain. "Ini demi meningkatkan ketahanan para petani melalui pemanfaatan karet dan biji karet sebagai bahan baku bahan bakar nabati selain kelapa sawit,” ujarnya.

Johnny menambahkan, untuk mewujudkan keberlangsungan industri berbasis karet, diperlukan pula dukungan dan kerjasama dari Pemerintah. Di antaranya terkait konsistensi  terhadap kebijakan hilirisasi hasil perkebunan karet menjadi produk bernilai tambah, meliputi pengembangan bahan bakar nabati berbasis karet sekaligus pemanfaatannya di dalam negeri sebagai bahan bauran energi yang berdaya saing.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement