Senin 20 Jan 2020 09:09 WIB

17 Bulan Menderita, Ratusan Peternak Ayam akan Demo

Selama 17 bulan terakhir, harga ayam boiler siap potong terus jatuh

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Peternak memberikan pakan pada ayam boiler (foto ilustrasi). Peternak ayam berencana menggelar demo hari ini, Senin (20/1), di Kementerian Pertanian.
Foto: Antara/Raisan Al Farisi
Peternak memberikan pakan pada ayam boiler (foto ilustrasi). Peternak ayam berencana menggelar demo hari ini, Senin (20/1), di Kementerian Pertanian.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para peternak ayam yang tergabung dalam Paguyuban Peternak Rakyat Nusantara (PPRN) siap untuk kembali melakukan unjuk rasa pada Rabu (22/1). Aksi itu dilakukan menyikapi harga ayam ras broiler siap potong (livebird) yang masih jatuh selama 17 bulan terakhir.

Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) Jawa Tengah, Pardjuni mengatakan bahwa aksi terutama bakal dilakukan di Kementerian Pertanian, Jakarta. Ia menuturkan, harga livebird dari peternak masih dihargai Rp 13.500 - Rp 14.500 per kilogram.

Baca Juga

Harga itu jauh di bawah harga acuan pemerintah dalam Permendag Nomor 96 Tahun 2018 sebesar Rp 18.000 - Rp 20.000 per kg. "Kejadian parah ini sudah berlangsung 17 bulan sejak September 2018. Kami akan terus berdemo demi kelangsungan usaha kami. Walaupun utang makin menggunung," kata Pardjuni kepada Republika.co.id, akhir pekan kemarin.

Pardjuni menjelaskan, pada bulan November lalu, pemerintah menyatakan untuk melakukan pemusnahan bibit ayam atau day old chicken (DOC) final stock (FS) sebanyak 7 juta butir per minggu mulai Desember 2019. Keputusan itu berdasarkan rapat bersama antara pemerintah, peternak, dan Satgas Pangan.

Pemusnahan bibit ayam dilakukan untuk mengurangi populasi livebird sehingga harga di tingkat peternak bisa terangkat. Namun, Pardjuni mengatakan bahwa pemerintah mengubah keputusan pemusnahan DOC FS dari 7 juta per minggu menjadi hanya 5 juta per minggu. 

"Harga Januari dampak dari pemangkasan Desember. Akhirnya harga tetap tidak berubah karena hanya 5 juta yang dimusnahkan. Kita selalu diberikan harapan palsu," katanya.

Menurutnya, selama lebih dari setahun terakhir kebijakan pemerintah tidak berdampak signifikan terhadap situasi usaha peternak rakyat. Pardjuni menegaskan, fakta di lapangan sudah menunjukkan pemerintah tidak pernah memberikan kontribusi positif kepada peternak ayam.

Tahun 2020 ini, pihaknya meminta kepada pemerintah untuk melakukan pemusanahan sebanyak 20 juta ekor per minggu. Sebab, diproyeksikan populasi liverbird tahun ini akan jauh lebih besar dari tahun lalu sehingga bakal makin menekan harga ayam di tingkat peternak.

"Maunya kita sederhana, kita mau harganya bagus. Kami minta Menteri Pertanian turun tangan," katanya.

Pardjuni menuturkan, pada Senin (20/1), para peternak bersama seluruh pemangku kepentingan, termasuk perusahaan integrator yang juga memproduksi livebird akan menggelar pertemuan di Kementan. Ia mengatakan, jika tidak ada kesepakatan, peternak akan tetap menggelar aksi unjuk rasa.

Sementara itu, Ketua Pinsar Jawa Barat, Mukhlis, menambahkan, rata-rata harga livebird Jawa Barat berkisar antara Rp 14.500 - Rp 16.000 per kg. Khusus untuk ayam ukuran besar di atas 2 kilogram, dihargai Rp 13.500 per kg.

Mukhlis menyatakan, harga yang terus jatuh tidak lain merupakan akibat over suplai yang tidak teratasi. Langkah pemusnahan DOC FS yang dilakukan Kementan pun tidak sesuai dengan aspirasi peternak sehingga harga tak kunjung membaik.

Menurut Mukhlis, over suplai saat ini terbanyak terjadi di Jawa Tengah, yakni sekitar 500 ribu ekor. Kelebihan populasi itu alhasil masuk ke Jawa Barat dan Jawa Timur. Sementara harga rendah, Mukhlis mengakui bahwa biaya produksi ayam naik dari sebelumnya Rp 18.000 per kg menjadi Rp 18.500 - Rp 19.000 per kg.

"Biaya produksi ayam di Jawa Barat sudah naik. Jadi kita ya rugi sekitar Rp 3.000 per kilogram. Kami minta kembalikan harga livebird sesuai acuan," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement