REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah memastikan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja yang sedang dibahas Pemerintah akan memperkuat perlindungan bagi pekerja atau buruh. Meskipun, kata Ida, tujuan dirancangnya UU tersebut untuk menciptakan lapangan kerja melalui pengembangan investasi
"Di dada kami ada buruh. Kita fokus pada penciptaan lapangan pekerjaan dan peningkatan pelindungan serta kesejahteraan pekerja dalam omnibus law," ujar Ida dalam keterangan yang diterima wartawan, Jumat (10/1).
Karena itu, Kemenaker membuka ruang dialog dan berdiskusi dengan perwakilan serikat buruh mengenai Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.
Ida menjelaskan, salah satu isi pembahasan omnibus law adalah kepastian pekerja dengan hubungan kerja berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak, mendapatkan hak dan pelindungan yang sama dengan pekerja tetap atau Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).
Hak tersebut antara lain: hak atas upah, jaminan sosial, pelindungan keselamatan dan kesehatan kerja, dan hak atas pengakhiran atau putusnya hubungan kerja.
"Jadi tidak benar, habis kontrak nggak ada kompensasi bagi pekerja," kata Ida
Ida juga memastikan, pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tetap mendapatkan kompensasi PHK sesuai ketentuan. Selain menerima kompensasi PHK, pekerja ter-PHK, juga mendapat pelindungan jaminan sosial berupa Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
Selain itu, Ida menyebut bahwa sistem Upah Minimun (UM) tetap ada dalam omnibus law. Nantinya, UM itu hanya berlaku untuk pekerja dengan masa kerja kurang dari satu tahun.
Perusahaan juga diwajibkan menerapkan Struktur dan Skala Upah untuk pekerja dengan masa kerja di atas 1 tahun.
Adapun, besaran upah di atas UM disepakati antara pekerja dan pengusaha."UM tetap ada sebagai jaring pengaman dan tidak dapat ditangguhkan," kata Ida.
Politikus PKB itu menambahkan, omnibus law juga akan membuat waktu kerja menjadi lebih fleksibel, dimana pekerja dan pengusaha diberikan keleluasaan dalam menyepakati waktu kerja. Hal ini untuk memfasilitasi jenis pekerjaan tertentu yang sistem waktu kerjanya di bawah 8 jam per hari atau 40 jam per minggu.
"Ini untuk jenis pekerjaan tertentu. Bagaimana dengan pekerjaan yang ingin 8 jam per hari atau 40 jam per minggu? Tetap ada, hanya kami memfasilitasi fleksibilitas jam kerja," kata dia.
Selain itu, Omnibus law juga mengatur tentang penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA), yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja terampil dan profesional pada bidang tertentu yang belum dapat diisi oleh Tenaga Kerja Indonesia (TKI).
Namun, penggunaan TKA tetap dibatasi hanya untuk jenis pekerjaan tertentu yang tidak dapat dilakukan oleh pekerja di dalam negeri. Pemerintah mengendalikan penggunaan TKA dengan memperhatikan jenis pekerjaan, jabatan, syarat kompetensi jabatan dalam hubungan kerja dan waktu tertentu dengan mempertimbangkan kondisi pasar kerja dalam negeri.
Ia juga sekaligus membantah isu yang beredar bahwa serikat pekerja tidak dilibatkan dalam dialog perumusan omnibus law tersebut, dan hanya melibatkan dari pengusaha saja.
"Tentu kita mendengarkan masukan dari unsur Tripartit Nasional yang terdiri dari unsur pekerja, pengusaha dan pemerintah,"kata Menaker Ida.
Ida menambahkan soal penguatan pelindungan sosial, nantinya dalam omnibus law ini kami akan merevisi soal SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) dan UU BPJS, yang nantinya akan diperbaharui guna menguatkan pelindungan sosial bagi tenaga kerja.