Selasa 31 Dec 2019 05:21 WIB

Produk Jiwasraya Dituding Investasi Skema Ponzi

Dengan skema ponzi, Jiwasraya harus gali lobang tutup lobang untuk bayar keuntungan.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Friska Yolanda
Petugas melintas di depan logo PT Asuransi Jiwasraya.
Foto: Republika/Wihdan
Petugas melintas di depan logo PT Asuransi Jiwasraya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Teka-teki penyebab defisitnya keuangan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang hingga Desember 2019 mencapai angka Rp 32 triliun mulai terjawab. Selain adanya praktik korupsi yang merugikan perusahaan dan negara lebih dari Rp 13,7 triliun, kini giliran produk asuransi Jiwasraya yang diterbitkan tanpa prinsip kehati-hatian dituding menjadi salah satu penyebabnya defisit.

Pengamat ekonomi dan perpajakan, Yustinus Prastowo mengatakan produk asuransi yang mulai diterbitkan Jiwasraya pada medio 2012 seperti produk investasi berskema Ponzi. Ini ditandai dengan janji pemberian bunga pasti (fix rate) di angka 9 persen hingga 13 persen untuk produk JS Saving Plan, dan produk asuransi tradisional dengan bunga hingga 14 persen.

Baca Juga

Sebagai informasi, investasi Ponzi merupakan salah satu modus investasi palsu yang membayar keuntungan investor dari uang mereka sendiri, atau uang dari investor berikutnya. Secara gamblang, pembayaran atas investasi bukan dari keuntungan yang diperoleh dari lembaga yang menjalankan bisnis keuangan tersebut.

"Jadi skema Ponzi itu seperti gali lobang tutup lobang dengan cari premi baru untuk bayar keuntungan nasabah dari premi yang lama. Kemudian untuk menunjukkan performa yang bagus, dilakukan window dressing atau poles laporan keuangan dengan premi dimasukkan sebagai pendapatan, bukan juga dicatat sebagai utang," ujar Yustinus dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id di Jakarta, Senin (30/12).

Yustinus mengatakan, sebelum menjual produk asuransi dengan iming-iming bunga pasti harusnya direksi lama Jiwasraya bersama regulator lebih dulu menghitung manfaat dan risiko produk secara cermat. Ini dimaksudkan agar ke depannya perusahaan tidak mengalami gagal bayar (default) yang akhirnya merugikan investor atau nasabah.

Yustinus menegaskan, semakin runyam ketika produk ini malah dijadikan alat oleh sejumlah pihak untuk melakukan korupsi secara terstruktur dan sistematis, dengan memanipulasi laporan keuangan atau window dressing.

"Produk ini kan berisiko tinggi, apalagi untuk asuransi. Beda kalau non asuransi mungkin masih bisa ditolerir. Lalu soal pengawasan, kenapa produk ini disetujui," katanya.

Menyusul adanya sederet masalah yang tengah terjadi di Jiwasraya, Yustinus pun meminta pemerintah dan penegak hukum untuk menyelesaikan kasus dugaan korupsi Jiwasraya. Hal ini dimaksudkan untuk mengembalikan kepercayaan nasabah dan investor terhadap industri keuangan nasional.

"Saya yakin ini sudah terjadi lama dan tidak mungkin korupsi sebesar itu terjadi tiba-tiba. Bahkan mungkin fraud sudah terjadi sebelum 2006. Jadi agak aneh ketika ada pihak yang mengatakan bahwa fraud baru terjadi dalam 2 tahun," kata dia menambahkan.

Sebelumnya, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga meminta direksi lama PT Asuransi Jiwasraya (Persero) tidak berbohong mengenai kasus yang membelit Jiwasraya. Kementerian BUMN, kata Arya, terus mendorong proses hukum, di samping upaya penyehatan Jiwasraya yang tengah dilakukan pemerintah.

"Proses hukum kita dorong ya agar yang bersalah diberi hukuman," ujar Arya di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis (26/12).

Arya juga menilai pembayaran tagihan yang dilakukan manajemen lama seperti skema ponzi. "(Saya) membantah direksi lama, dia bilang bisa bayar tagihan tiap tahun, iya bayar tagihan, dari uang orang itu, ketika tagihan puncaknya muncul tidak bisa lagi, jadi dia tidak boleh bohong," ucap Arya.

Arya menyampaikan dari pernyataan direksi lama mengindikasikan kesalahan investasi yang lebih banyak berivestasi ke dalam instrumen saham gorengan.

"Ini lebih lucu lagi, dia menanam di saham-saham yang nggak bagus kenapa dia nggak beli saham blue chip, berarti dia mengakui beli saham yang gorengan," kata Arya menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement