Jumat 27 Dec 2019 15:43 WIB

Menaker Jelaskan Soal Wacana Upah Kerja Dihitung per Jam

Upah itu untuk tenaga kerja yang durasi kerjanya di bawah ketentuan 40 jam sepekan.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Esthi Maharani
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah
Foto: Republika/Prayogi
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah menjelaskan soal wacana skema upah dihitung berdasarkan jam. Menurut Ida, rencana upah per jam tersebut diberikan kepada tenaga kerja yang durasi kerjanya di bawah ketentuan 40 jam sepekan.

"Jam kerja kita kan 40 jam seminggu. Di bawah 35 jam per minggu itu maka ada fleksibilitas itu. Nanti di bawah itu hitungannya per jam," ujar Ida usai rapat terbatas di Istana Bogor, Jakarta, Jumat (27/12).

Karena itu, skema upaya dengan fleksibilitas jam kerja tidak akan menghapus upah bulanan. Sebab, upah bagi pekerjaan dengan durasi 40 jam per minggu akan tetap diberikan per bulan.

"Ya tetap ada, kan itu yang 40 jam per minggu," ujar Ida.

Meski demikian, Ida belum dapat memastikan formula pasti penghitungan skema upah per jam tersebut. Saat ini, Pemerintah, kata dia, baru dalam tahap menyampaikan kepada pengusaha dan serikat kerja.

Mantan Anggota DPR RI itu mengatakan, pengaturannya akan dilakukan lebih lanjut yang melibatkan berbagai pihak.

"Basisnya tetap saja penghitungan upah pada umumnya tapi ada formulanya.  Saya mau sampaikan terkait dengan ini kita sounding pengusaha dan serikat pekerja mereka memahami. Nanti pengaturannya akan kita atur," ujar Ida.

Ida melanjutkan, yang terpenting semua pihak memahami pentingnya skema pengupahan berdasarkan fleksibilitas jam kerja. Sebab menurut Ida, tidak semua perkerjaan membutuhkan durasi yang panjang.

"Dalam konteks fleksibilitas waktu kerja karena fleksibilitas ternyata banyak dibutuhkan. Saya sounding dengan banyak teman-teman pekerja mereka juga memehami itu dan bahkan dalam konteks itu dibutuhkan fleksibilitas," ujarnya.

Sebelumnya, wacana skema upah per jam muncul di tengah pembahasan Rancangan Undang undang omnibus law.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement