REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) terus didorong agar bisa naik kelas. Pemerintah pun telah menyiapkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) supaya para pelaku UMKM mendapatkan akses pembiayaan.
Hanya saja, Direktur UKM Center Fakultas FEB Universitas Indonesia (UI) Nining Soesilo menegaskan, UMKM tidak bisa hanya mengandalkan KUR bila ingin tumbuh besar. "Karena KUR kan kecil dan UMKM dibiarkan sendiri, sehingga dia banyak nggak tahu," ujarnya saat ditemui di Jakarta, Kamis, (26/12).
Perlu diketahui, jumlah plafon KUR yang diberikan berkisar Rp 25 juta sampai Rp 50 juta per debitur. Dengan bunga sebesar enam persen pada 2020.
Nining menuturkan, pembiayaan tidak hanya melalui KUR. Bisa pula dari perbankan, nonperbankan, maupun ventura.
"Kalau dari ventura, manajemennya masuk ke dalam. Misal Kopi Kenangan yang baru dapat pembiayaan dari ventura, Kopi Kenangan karena punya visi serta misi jelas maka terpercaya," jelas dia.
Kopi Starbucks, lanjutnya, bisa besar pun berkat pembiayaan dari Ventura. "Starbucks dia bisa penetrasi ke seluruh dunia karena dapat ventura," ujar Nining.
Berdasarkan sebuah studi di Harvard, lanjutnya, ada beberapa alasan UMKM susah naik kelas. Pertama, tidak ada yang membeli produk UMKM. Kedua, mereka harus terbang di bawah radar pajak, sehingga para pelaku usaha takut menjadi besar sebab harus bayar pajak.
Penyebab ketiga, susahnya akses pembiayaan. "Seperti yang saya bilang, semakin besar suatu negara, pembiayaan ke UMKM tidak lagi ada di bank, tapi di ventura," ujar Nining.
Sayangnya, kata dia, masih banyak UMKM takut bila ada manajemen dari luar masuk ke bisnisnya. "Mereka takut perusahaannya diambil alih," tuturnya.