Senin 23 Dec 2019 17:48 WIB

Kementan: Pasokan Daging Akhir Tahun Surplus 19 Ribu Ton

Ketersediaan daging sapi dan kerbau pada bulan ini diperkirakan sebesar 75.735 ton.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolanda
Pedagang daging menanti pembeli di los daging sapi Pasar Senen, Jakarta, Senin (16/9).
Foto: Republika/Prayogi
Pedagang daging menanti pembeli di los daging sapi Pasar Senen, Jakarta, Senin (16/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) mengklaim pasokan daging sapi maupun kerbau pada bulan Desember ini akan surplus meskipun terdapat peningkatan permintaan. Namun, surplusnya kebutuhan daging itu masih dipenuhi oleh pasokan impor daging sapi dari Australia maupun Brazil.

Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementan, Syamsul Ma'arif mengatakan, ketersediaan daging sapi dan kerbau pada bulan ini diperkirakan sebesar 75.735 ton.

Stok tersebut berasal dari ketersediaan sapi lokal sebanyak 33.332 ton, stok sapi bakalan di perusahaan penggemukan setara 22.812 ton, stok daging sapi di gudang importir 15.943 ton, stok jeroan sapi di gudang importir 697 ton. Ada pula stok daging kerbau impor dari India di gudang Bulog sebanyak 2.642 ton serta stok daging sapi Brasil 308 ton di PT Berdikari (Persero).

Adapun, prognosis kebutuhan daging sepanjang Desember diprekirakan sebesar 56.538 ton. "Ketersediaan kita masih lebih tinggi daripada kebutuhan sehingga kita suprlus 19.197 ton," kata Syamsul dalam Konferensi Pers di Kementan, Senin (23/12).

Syamsul menuturkan, pemerintah terpaksa membuka keran impor karena keseluruhan produksi daging sapi belum mencukupi kebutuhan. Sesuai prognosis pemerintah, kebutuhan daging sapi sepanjang 2019 sebesar 686.271 ton atau setara 3,43 juta ekor. Angka kebutuhan itu diperoleh dari rata-rata konsumsi masyarakat terhadap daging sapi sebesar 2,56 kilogram per kapita per tahun.

Sementara itu, produksi dalam negeri baru bisa mencapai 404.590 ton atau setara 2,02 juta ekor. Dengan kata lain, kemampuan produksi dalam negeri baru memenuhi sekitar 58,95 persen dari total kebutuhan. Untuk memenuhi kekurangannya, pemerintah tahun ini membuka keran impor sebesar 291.990 ton, lebih tinggi 10.299 ton dari kekurangan stok sebagai penyangga kebutuhan.

"Memang karena defisit daging, mau tidak mau kita harus importasi. Progonosis kebutuhan ini bukan kita yang susun. Tapi berdasarkan hasi Rakortas di Kemenko Perekonomian," ujar dia.

Lebih lanjut dari sisi harga Syamsul mengakui meskipun posisi bulan ini surplus, harga di tingkat produsen tetap mengalami kenaikan. Dari hasil pemantauan harga pada pekan ketiga Desember, rata-rata harga sapi hidup naik 0,52 persen dibanding pekan kedua dari Rp 44.729 per kilogram menjadi Rp 44.963 per kg.

Menurutnya, kenaikan harga tak bisa dihindari menjelang hari raya keagamaan dan sudah menjadi tren tahunan. Hanya saja, kenaikan tersebut masih dianggap wajar karena diyakini tidak akan berdampak pada kenaikan laju inflasi pangan. "Kenaikan yang kita takutkan jika dia naik 10 persen sampai 20 persen, itu pasti pengaruh ke inflasi. Harga ini kita yakini masih wajar," kata dia.

Ia menambahkan, adapun untuk kebutuhan daging ayam dan telur ayam ras di penghujung tahun ini juga surplus dan sepenuhnya dari pasokan lokal. Tahun ini saja, produksi day old chick atau anak ayam usia sehari tembus 3,31 miliar ekor. Produksi itu setara dengan 3,68 juta ton daging ayam atau melebihi kebutuhan sebesar 3,44 juta ton.

Surplus daging ayam diikuti oleh surplus telur ayam ras. Total kebutuhan tahun ini sebanyak 4,79 juta ton, sedangkan produksi sudah tembus 4,9 juta ton. "Kondisi ini kita anggap tiga komponen kebutuhan kita untuk Natal dan Tahun Baru kita jamin ketersediannya," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement