REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebutkan, masih banyak pihak yang senang mengimpor minyak. Dampaknya, defisit transaksi berjalan atau Current Account Deficit (CAD) masih menjadi permasalahan Indonesia selama bertahun-tahun yang belum terselesaikan sampai saat ini.
Jokowi mengakui, wajar banyak pihak yang senang dengan impor minyak. Sebab, berbagai permasalahan dapat dengan mudah diselesaikan melalui keputusan tersebut.
"Untungnya juga gede, bisa dibagi ke mana-mana," ujarnya di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (2/12).
Jokowi mengatakan, kunci utama untuk memperbaiki masalah CAD adalah dengan meningkatkan produksi minyak dalam negeri. Indonesia diketahui memiliki sumur-sumur minyak yang berpotensi untuk dimanfaatkan secara maksimal.
Kebijakan impor minyak baru dapat diterapkan apabila memang produksi dalam negeri sudah sangat kurang. "Bukan berarti menggantungkan terus pada impor," tutur Jokowi.
Selain impor, Jokowi juga menyoroti tidak adanya pembangunan kilang minyak baru dalam kurun waktu tiga dekade terakhir. Padahal, apabila ada pembangunan baru, Indonesia mampu mengolah minyak mentah tersebut menjadi produk turunan lain. Pengolahan di industri petrokimia juga berpotensi memberi dampak sosial seperti meningkatkan penyerapan tenaga kerja.
Jokowi menegaskan, peluang Indonesia untuk meningkatkan produksi minyak sebenarnya sangat besar. Sayangnya, peluang itu belum dapat ditangkap secara optimal oleh industri maupun pemerintah. "Ini yang mau kami selesaikan," kata mantan gubernur DKI Jakarta itu.
Solusi lain yang bisa mengatasi isu impor minyak adalah implementasi B20 hingga B50. Apabila dilakukan secara konsisten, Jokowi optimistis, dampaknya akan positif pada industri dalam negeri melalui dua cara. Yaitu, harga minyak sawit akan naik dan impor minyak bisa turun karena sudah ada substitusinya.
Dalam mengatasi CAD, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) juga akan menyuntikkan modal ke BUMN melalui skema Penyertaan Modal Negara (PMN) pada 2020. Anggaran yang sudah ditetapkan dalam Undang-Undang APBN 2020 adalah Rp 1 triliun.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu Isa Rachmatarwata menjelaskan, dana tersebut diberikan kepada satu BUMN potensial untuk menekan CAD. Caranya dilakukan dengan melakukan terobosan kebijakan dalam meningkatkan kinerja ekspor nasional dan menekan impor, terutama migas.
Isa menuturkan, pemerintah sudah menentukan kriteria penerima PMN. Salah satunya adalah perusahaan harus memiliki kapasitas untuk tidak mengimpor migas dari negara lain.
"Kalaupun tidak bisa sepenuhnya tidak impor, mereka bisa menurunkan impornya," katanya ketika ditemui di Gedung DPR, Jakarta.
Saat ini, Isa mengatakan, pemerintah masih melakukan kajian pembahasan mengenai target BUMN yang akan menerima PMN tersebut.