Selasa 03 Dec 2019 04:04 WIB

Kasus Hukum Grab-TPI Berlanjut, Begini Kata Saksi Soal Tudingan ke Grab

Belum ada temuan pengaduan dari pesaing mengenai dugaan diskriminasi tersebut.

Rep: wartaekonomi.co.id/ Red: wartaekonomi.co.id
Kasus Hukum Grab-TPI Berlanjut, Begini Kata Saksi Soal Tudingan ke Grab. (FOTO: Reuters/Edgar Su)
Kasus Hukum Grab-TPI Berlanjut, Begini Kata Saksi Soal Tudingan ke Grab. (FOTO: Reuters/Edgar Su)

Warta Ekonomi.co.id, Bogor

Sidang pemeriksaan saksi oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam kasus dugaan diskriminasi yang dilakukan oleh PT Teknologi Pengangkutan Indonesia (TPI) dan Grab menghadirkan Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabotabek (BPTJ) Bambang Prihartono sebagai saksi (26/11/2019).

Baca Juga

Dalam sesi persidangan itu, Bambang menegaskan tidak ada temuan pelanggaran oleh Grab dan TPI seperti yang dituduhkan KPPU. “Tidak ada (pelanggaran) oleh Grab dan TPI. Temuan itu tidak ada,” kata Bambang di ruang sidang kantor KPPU.

Baca Juga: Kuasa Hukum Grab: Demonstrasi Berarti Tidak Menghormati KPPU

Dalam persidangan itu pula Bambang menjelaskan belum ada temuan pengaduan dari pesaing mengenai dugaan diskriminasi tersebut. Bambang menjelaskan, masalah yang banyak dikeluhkan oleh mitra pengemudi angkutan sewa khusus (ASK) adalah masalah suspend.

Mengenai keterangan itu, kuasa hukum TPI dan Grab, Hotman Paris Hutapea, menyatakan masalah suspend tidak berkaitan dengan dugaan diskriminasi. Apalagi, Bambang mengaku tidak punya wewenang untuk mengambil keputusan mengenai suspend. Ia mengakui hanya menjembatani komunikasi antara mitra pengemudi dan aplikator. 

"Pertanyaan investigator tidak sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Masalah suspend tidak ada di dalam laporan perkara yang disidangkan," ujar Hotman. 

Hotman juga memprotes kehadiran Bambang karena tidak membawa surat tugas dari Kementerian Perhubungan. Kelalaian itu pun diakui Bambang namun Majelis KPPU memutuskan tetap melanjutkan persidangan. 

Dalam sesi kedua sidang yang menghadirkan  Ketua Koperasi Perkumpulan Pengusaha Rental Indonesia (PPRI), Ponco Seno, tanya-jawab antara investigator dan saksi pun hanya berputar-putar pada masalah suspend (pemberhentian mitra). Bahkan saksi mengaku tidak terdiskriminasi dengan keberadaan TPI sebagai salah satu mitra Grab. 

Perkembangan di sidang ketujuh ini seakan segendang sepenarian dengan rangkaian sidang di Medan dimana keterangan saksi tidak membuktikan adanya dugaan pelanggaran persaingan usaha.

Dalam tiga hari persidangan di Medan, semua saksi mengakui tidak bisa membuktikan telah terjadi perbedaan perlakuan terhadap mitra Grab karena hanya berdasarkan pengamatan sendiri atau informasi yang didengarnya saja. Sebagian saksi juga mengakui bergabung dengan aplikasi milik kompetitor walau masih menjadi mitra Grab. 

Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Komisi Dinni Melanie. Dinni mengatakan pihaknya masih bakal memanggil beberapa saksi lainnya. 

Dalam sidang itu, Hotman Paris menilai salah satu anggota hakim Guntur Saragih patut diduga melakukan pelanggaran kode etik. Apalagi Ketua Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) tidak menanggapi surat yang dilayangkannya perihal itu.

“Tanggapan saya adalah di awal sidang saya memprotes sikap Ketua KPPU dan Ketua Majelis yang tidak menanggapi surat kami perihal dugaan pelanggaran kode etik oleh Bapak Guntur Saragih,” ujar Hotman di awal sidang

Menurut Hotman, Guntur selaku anggota hakim majelis pernah melemparkan tuduhan kepada Grab bahkan sebelum Pemeriksaan Pendahuluan dimulai. Apalagi, pernyataan itu disampaikan  di depan wartawan dalam jumpa pers.

“Dia adalah anggota hakim dalam perkara ini tapi dia berulang-ulang melakukan keterangan pers dengan ada wartawan diundang di meja dia dan dia mengeluarkan kata-kata yang seolah-olah semakin terbukti Grab ini melakukan kesalahan,” tukas Hotman.

Lebih-lebih, Hotman juga mempermasalahkan dugaan pelanggaran tersebut. Kala itu, Guntur berbicara seperti itu saat masih di tahap pemeriksaan pendahuluan.

“Padahal kan dia hakim dan perkaranya baru pemeriksaan pendahuluan, dan perilaku itu kalau di pengadilan bisa diduga pelanggaran etik berat,” ujarnya.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan Warta Ekonomi. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab Warta Ekonomi.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement