Jumat 29 Nov 2019 07:45 WIB

Mandiri Capital Berencana Suntik Modal ke 15 Startup Fintech

Sejak tiga tahun lalu Mandiri Capital menyuntikkan modal ke 13 startup fintech

CEO Mandiri Capital Indonesia Eddi Danusaputro.
Foto: Republika/Tahta Aidilla
CEO Mandiri Capital Indonesia Eddi Danusaputro.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Mandiri Capital, lembaga jasa keuangan modal ventura ingin menggenjot kolaborasi dengan perusahaan finansial berbasis teknologi atau financial technology (fintech). Kolaborasi dengan fintech ini guna mendorong tingkat inklusi masyarakat.

"Waktunya bukan kompetisi antara perusahaan besar atau incumbent dengan startup tapi kolaborasi," kata CEO Mandiri Capital Eddie Danusaputra dalam Konferensi Digital Indonesia di Jakarta, Kamis (28/11).

Menurut dia, sejak tiga tahun lalu, anak perusahaan Bank Mandiri itu menyuntikkan modal kepada 13 perusahaan rintisan atau startup fintech. Ia berencana akan menambah kerja sama hingga 14-15 fintech tahun ini.

Hingga saat ini sudah ada 127 startup fintech yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan 13 di antaranya sudah mendapatkan izin operasi penuh.

Sementara itu, Presiden Direktur OVO Karaniya Dharmasaputra mengatakan konsolidasi antara perusahaan jasa keuangan dengan fintech diperlukan karena pasar saat ini masih luas.

Meski tingkat inklusi keuangan, kata dia, mencapai 78 persen namun tingkat literasi keuangan masih rendah. Ia mencatat pengguna OVO saat ini sekitar 27-28 persen merupakan konsumen yang tidak memiliki rekening bank.

Mereka, kata dia, mengisi dana secara digital melalui kanal-kanal di luar jaringan atau offline di antaranya melalui toko-toko modern berjaringan. "Pasar kita masih terlalu luas, masih banyak usaha untuk menambah modal. Inklusi keuangan itu bisa diatasi dengan menumbuhkan industri fintech," katanya.

Hadirnya teknologi digital menjadikan karakter konsumen saat ini juga beralih dalam akses pembiayaan yang dulunya melalui bank, kini bisa melalui perusahaan pembiayaan dalam jaringan atau "peer to peer lending".

CEO Investree Dicky Wijaya mengatakan peluang tersebut membuat fintech bertumbuh apalagi biaya bank dalam menyakurkan kredit juga tinggi. "Kami tumbuh karena ada gap (celah) 165 miliar dolar AS, kebanyakan untuk segmen mikro, kenapa ada celah sebesar itu karena sangat mahal menyalurkan kredit," katanya.

Saat ini, lanjut dia, dari 127 perusahaan rintisan fintech, baru bisa melayani sekitar 12 miliar dolar AS. Ia mendorong perusahaan fintech juga melakukan ekspansi merata ke seluruh Indonesia bukan hanya berkonsentrasi di Pulau Jawa dan memperbanyak segmentasi produk.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement