REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Regulasi teknis yang mengatur ketentuan mekanisme dan biaya sertifikasi halal masih menjadi pembahasan di Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Produk hukum ini sepatutnya menjadi turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH).
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, pembahasan terkait tata cara dan tarif sertifikasi halal tersebut akan dibahas lintas Kementerian/ Lembaga. Ia pun sudah meminta kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto agar bisa duduk bersama membahas ini dengan Kementerian Agama. "Kita sudah sampaikan ke Pak Menko," ujarnya ketika ditemui di Universitas Indonesia (UI), Depok, Rabu (27/11).
Adapun, saat ini, produk hukum yang baru dirilis adalah Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 26 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal (JPH). Produk ini hanya menggambarkan proses sertifikasi secara umum.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perbendaharaan Kemenkeu Andin Hadiyanto menyebutkan, regulasi dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tarif JPH sedang dalam proses sinkronisasi dengan produk hukum lain.
"Kami juga masih koordinasi dengan beberapa kementerian," tuturnya saat dihubungi Republika.co.id, Rabu.
Kini, beleid tersebut sudah ada dalam bentuk Rancangan PMK (RPMK). Andin mengatakan, regulasi ini dirumuskan untuk memberikan akses dan keberpihakan kepada dunia usaha. Khususnya pelaku usaha mikro dan kecil yang kerap mengalami kesulitan dalam pembiayaan sertifikasi.
Sembari menunggu PMK dirilis, Andin mengatakan, proses sertifikasi halal kini masih dapat terus dilayani dengan menggunakan tarif exsisting. Ketentuan ini sesuai dengan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2019 tentang JPH.
"Sebelum berlakunya peraturan mengenai besaran atau nominal biaya (PMK), proses pengajuan permohonan atau perpanjangan Sertifikat Halal dilakukan sesuai dengan tata cara memperoleh Sertifikat Halal yang berlaku sebelum Peraturan Pemerintah ini diundangkan," tulis Pasal 81 PP 31/2019.