Rabu 27 Nov 2019 09:53 WIB

Prof Rokhmin: Jangan Ulangi Kesalahan Sistem Kapitalisme

Sistem ekonomi harus dapat mendistribusikan kue pertumbuhan ekonomi secara adil.

Prof Rokhmin Dahuri menyampaikan pemaparan pada Next Summit dengan tema “Options at the Crossroads” di Dubai World Trade Center, Dubai.
Foto: Dok Rokhmin Dahuri
Prof Rokhmin Dahuri menyampaikan pemaparan pada Next Summit dengan tema “Options at the Crossroads” di Dubai World Trade Center, Dubai.

REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI – Guru Besar Kelautan dan Perikanan IPB University, Prof Dr Ir Rokhmin Dahuri MS diundang menjadi salah satu pembicara dalam Next Summit dengan tema “Options at the Crossroads” di Dubai World Trade Center, Dubai, Uni Emirat Arab  (UEA), Senin (25/11). 

Mantan menteri kelautan dan perikanan era Kabinet Gotong Royong itu menyampaikan pidato berjudul “Enhancing a Mutual Cooperation in Economic Development Among the Belt and Road Countries for a Prosperous, Peaceful and Sustainable World”.  

Acara tersebut  dihadiri oleh sekitar 500 peserta dari 60 negara yang tergabung dlm Belt and Road Initiative.  Keynote speech disampaikan oleh Mr. Ban Ki-Moon, mantan Sekjen PBB dan Dr  Essam Sharaf, mantan Perdana Menteri Mesir.  Pembicara lain dari Indonesia: Dr. Bomer Pasaribu (mantan menteri tenaga kerja), Dr  Rijal Permana (Bappenas), Dr Gatot Dwianto (Kemenristek), dan Yugi Parjanto (waketum Kadin). 

Dalam pemaparannya,  Prof  Rokhmin menyampaikan tiga hal.  Pertama,  sistem (paradigma) ekonomi konvensional (kapitalisme) sejak Revolusi Industri Pertama tahun 1750-an memang telah berhasil memacu pertumbuhan ekonomi rata-rata sekitar empat  persen per tahun, dan meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB)  Dunia dari 0,45 triliun dolar AS pada 1753 menjadi 90 triliun dolar AS pada 2015.  Kemajuan iptek yang pesat juga membuat kehidupan manusia lebih sehat, cepat, efisien, mudah dan nyaman. 

Namun, kata Rokhmin, hingga saat ini sekitar 1 miliar penduduk dunia masih hidup dalam kemiskinan absolut (pengeluaran lebih kecil dari 1,25 dolar AS per hari), dan sekitar 3 miliar warga dunia masih hidup miskin ( pengeluaran kurang dari 2 dolar per hari).  “Kesenjangan antara penduduk kaya vs miskin pun kian melebar, baik antar negara maupun di dalam suatu negara,” kata Rokhmin dalam rilis yang diterima Republika.co.id. 

photo
Para nara sumber Next Summit dengan tema “Options at the Crossroads” di Dubai World Trade Center, Dubai.

Selain itu, ia menambahkan, pertumbuhan ekonomi selama 250 tahun pun telah mengakibatkan terkurasnya sumber daya alam (SDA), pengikisan biodiversitas, pencemaran, dan pemanasan global.  “Itu semua membuat keberlanjutan (sustainability) ekosistem alam (bumi) dan pembangunan ekonomi terancam,” ujarnya.  

Oleh karena itu, kata dia,  dunia masih memerlukan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, inklusif, ramah lingkungan, dan berkelanjutan. Untuk itu, sistem ekonomi Kapitalisme harus diganti dengan sistem ekonomi yang lebih efisien, hemat dan tidak merusak lingkungan hidup.

“Selain itu, sistem ekonomi yang baru harus dapat mendistribusikan kue pertumbuhan ekonomi untuk mensejahterakan suluruh warga dunia secara berkeadilan dan berkelanjutan,” papar ketua umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI).

Kedua, kata Rokhmin,  Belt and Road Initiative yang digagas oleh pemerintah Tiongkok untuk kesejahteraan, perdamaian dan keberlanjutan masyarakat dunia tidak boleh mengulangi kesalahan sistem ekonomi Kapitalisme (Barat). 

Ketiga,  Rokhmin memaparkan peluang kerja sama yang saling menguntungkan (win win) dan saling menghormati antara Indonesia dengan Tiongkok, Uni Arab Emirates, dan negara- negara lain yg tergabung dlm Belt  and Road Initiative.

“Kerja sama itu meliputi pendidikan, R & D (litbang), pembangunan kawasan industri ramah lingkungan, ekonomi maritim, industri 4.0, pariwisata, pembangunan infrastruktur, dan perdagangan,” tuturnya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement