REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT CIMB Niaga Tbk memprediksi pergerakan nilai tukar rupiah berada pada kisaran Rp 14.060 sampai 14.095 per dolar AS hingga akhir tahun ini. Hal ini dipengaruhi oleh sejumlah sentimen positif dari global terutama kemungkinan adanya kesepakatan dagang AS-China fase pertama.
Chief Economist Bank CIMB Niaga Adrian Panggabean mengatakan market melihat timeline terjadinya kesepakatan tersebut pada bulan depan walaupun hingga saat ini belum ada kejelasan.
"Sinyal-sinyal ini disikapi dengan sentimen baik meski hal itu belum tentu terjadi karena kelihatannya ada keinginan dari pihak China maupun AS untuk mencapai semacam kesepakatan, semacam karena bahasanya belum terlampau clear," ujarnya saat acara Diskusi Bersama Chief Economist Cimb Niaga di Graha CIMB Niaga, Jakarta, Selasa (26/11).
Menurutnya sentimen positif tersebut masih akan terjadi sampai akhir tahun hingga benar-benar terjadi kesepakatan pada Desember nanti. Sebab gejolak AS dan China sudah empat atau lima kali terjadi on and off.
"Tapi ini bukan berarti volatility yang besar karena tidak banyak sentimen yang lain yang muncul di market saat ini sampai akhir Desember. Practically semua sudah price in, masalah penurunan suku bunga di the Fed, penurunan suku bunga Bank Indonesia juga dinamika ekonomi. Hanya tinggal satu isu (AS-China) ini saja,” jelasnya.
Adrian menambahkan, sebulan terakhir ini rupiah cenderung bergerak dipengaruhi tiga faktor antara lain pertama dinamika di conventional bond auction. "Pada saat conventional bond auction ini biasanya di market itu offshore investor masuk," ucapnya.
Kedua, terkait dengan sentimen akibat munculnya faktor trade war. Terakhir ekspektasi penurunan suku bunga Amerika Serikat (The Fed) dan Bank Indonesia.
"Tapi yang ketiga dan yang pertama practically sudah selesai. Jadi hingga akhir Desember hanya faktor trade war saja, sehingga tidak banyak pergerakan yang akan muncul di currency market kecuali yang terjadi di regional currencies,” ucapnya.