Jumat 22 Nov 2019 07:52 WIB

Saran AS untuk Peningkatan Investasi Asing ke Indonesia

Pemerintah disarankan menggunakan jasa konsultasi publik sebelum terbitkan aturan.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Ilustrasi ekspor impor.
Foto: ANTARA FOTO/Didik Suhartono
Ilustrasi ekspor impor.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pelaksana American Chamber Indonesia (AmCham Indonesia) Lin Neumann menilai, kebijakan pemerintah untuk merilis Daftar Positif Investasi (DPI) sebagai pengganti Daftar Negatif Investasi (DNI) sudah tepat. Menurutnya, DPI akan lebih menarik bagi calon investor untuk masuk ke Indonesia dibandingkan DNI. 

Neumann mengatakan, ada beberapa sektor yang sebaiknya menjadi fokus pemerintah untuk masuk ke DPI. Salah satunya, di bidang pendidikan dengan membuka kesempatan bagi perusahaan ataupun institusi pendidikan asing membangun kampus di sini.

"Saya rasa, Indonesia akan mendapatkan benefit dari ini," ucapnya ketika ditemui di sela acara 7th US-Indonesia Investment Summit di Jakarta, Kamis (21/11). 

Neumann menyebutkan, kebijakan itu sudah dilaksanakan oleh sejumlah negara. Sebut saja di Cina, Thailand, Malaysia dan Singapura. Kehadiran institusi pendidikan, termasuk tenaga pengajar asing, dapat membantu memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia. 

Sektor berpotensi lainnya adalah kesehatan. Apalagi, sektor ini sedang menjadi isu besar di Indonesia seiring dengan permasalahan defisit BPJS Kesehatan yang terus meningkat tiap tahun. "Kita tahu, sistem BPJS sudah baik, tapi tidak ada salahnya memberikan kesempatan bagi perusahaan asing untuk menangani sektor kesehatan dan membangun pusat kesehatan bagi orang Indonesia," kata Neumann. 

Secara umum, AmCham Indonesia bersama Kamar Dagang AS merekomendasikan beberapa reformasi struktural agar Indonesia mencapai potensi ekonomi penuhnya dan menjadi tujuan yang lebih diinginkan untuk investasi langsung asing. Salah satunya menggunakan jasa konsultasi publik sebelum penerbitan peraturan. Sistem konsultasi publik yang sistematis dan efektif tidak hanya mengarah pada peraturan yang lebih baik, juga meningkatkan kepatuhan dan mengurangi biaya penegakan hukum.

Saran kedua, membuat badan pemerintah yang berdedikasi untuk analisis dampak regulasi. Seperti disampaikan Bank Dunia, kebijakan ini sudah diakui oleh sebagian besar negara maju sebagai instrumen utama untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan regulasi. Keberadaan mereka juga dapat membantu mengurangi secara substansial masalah tidak terduga atau konsekuensi yang tidak diinginkan dari suatu regulasi. Badan ini juga berfungsi memetakan regulasi yang berpotensi tumpang tindih.

Saran berikutnya, meningkatkan koordinasi dan komunikasi antara kementerian/ lembaga. Di berbagai industri, masalah ini sudah menjadi hal yang konsisten. Sekalipun suatu peraturan memiliki tujuan baik, implementasi dan komunikasi yang tidak konsisten antara badan-badan pemerintah dapat mengurangi dampak potensial.

Saran keempat, pemerintah Indonesia harus fokus pada tujuan jangka panjang dibandingkan keuntungan jangka pendek. Berdasarkan pengamatan umum dari para pemain industri dan analis, kebijakan di Indonesia kerap kali bersifat reaktif terhadap masalah dan kebutuhan. Dengan fokus pemerintah pada 2045, AmCham Indonesia dan Kamar Dagang AS berharap perencanaan jangka panjang akan lebih menjadi prioritas pemerintah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement