Kamis 21 Nov 2019 18:00 WIB

Pemerintah Perlu Naikkan Harga Acuan Gabah

Selama ini, pemerintah enggan menaikkan HPP gabah.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Gabah
Foto: Antara/Asep Fagthulrahman
Gabah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Pertanian dari Ahli Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudor menyarankan agar pemerintah segera melakukan penyesuaian Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah dan beras yang diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2015. Khudori menilai, HPP saat ini sudah tidak relevan dan menyulitkan Bulog untuk melakukan penyerapan gabah petani.

Berdasarkan Inpres tersebut, harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani dan penggilingan masing-masing Rp 3.700 per kilogram (kg) dan Rp 3.750 per kg. Sementara, harga gabah kering giling (GKG) di tingkat penggilingan dan Bulog dipatok Rp 4.600 per kg dan Rp 4.650 per kg. Adapun harga beras di gudang Bulog sebesar Rp 7.300 per kg.

Baca Juga

Harga tersebut bisa dinaikkan 10 persen sesuai keputusan pemerintah agar Bulog memiliki daya tawar yang lebih kuat untuk mendapatkan gabah petani.

Namun, Khudori mengatakan bahwa situasi riil di lapangan saat ini menunjukkan, harga gabah petani sudah berada jauh di atas Rp 3.700 per kg. Ketika Bulog melakukan penyerapan dengan HPP maupun fleksibilitas 10 persen, tetap akan sulit.

"Sudah tidak relevan jika Bulog saat ini harus menggunakan instrumen itu. Di lapangan sudah tidak ada lagi harga gabah segitu," kata dia.

Selama ini, pemerintah enggan menaikkan HPP dengan alasan dapat menyebabkan kenaikan harga beras di hilir. Kenaikan itu bakal berdampak langsung pada peningkatan laju inflasi nasional dan melemahkan daya beli masyarakat miskin. Apalagi, beras sebagai kebutuhan pokok memiliki kontribusi yang besar terhadap inflasi pangan.

Menurut dia, seharusnya pemerintah tak perlu khawatir mengenai potensi kenaikan inflasi. Sebab, pemerintah sudah memiliki berbagai instrumen bantuan pangan untuk masyarakat miskin. Dengan begitu, mereka semestinya tidak terdampak.

"Tidak perlu khawatir daya beli turun karena pemerintah sudah punya banyak skema pengamannya. Inflasi itu pelumas perekonomian. Inflasi naik, iya. Tapi untuk masyarakat miskin kan sudah banyak skemanya," kata Khudori.

Perum Bulog menurunkan target pengadaan beras tahun 2020 menjadi 1,6 juta ton. Tahun ini, target penyerapan mencapai 1,8 juta ton, namun realisasi baru mencapai 1,14 juta ton atau sekitar 63,6 persen dari angka target. Perusahaan menilai perlu adanya penyesuaian target sesuai dengan pasar beras Bulog.

Direktur Utama Bulog, Budi Waseso mengatakan, penurunan target memang sangat memungkinkan. Namun, ia masih melihat situasi riil ke depan dalam melakukan penyerapan sehingga penambahan target masih dimungkinkan.

"Target kita memang bisa jadi turun. Tapi kita lihat dulu kondisinya, yang penting kita bisa dapatkan dulu hilir (pasar) beras Bulog," kata Buwas, sapaan akrabnya saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (21/11).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement