Selasa 19 Nov 2019 10:41 WIB

Dorong Penyelesaian, DPR Bentuk Panja Perusahaan Bermasalah

Penyelesaian yang paling mendesak adalah persoalan demutual AJB Bumiputera.

Rep: Novita Intan/ Red: Friska Yolanda
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso (kanan) mengikuti rapat kerja bersama Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Foto: ANTARA FOTO
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso (kanan) mengikuti rapat kerja bersama Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi XI DPR akan membentuk panita kerja (panja) guna menyelesaikan permasalahan permodalan PT Bank Mualamat Indonesia Tbk. Nantinya panja juga akan dibentuk untuk persoalan permodalan dan likuiditas yang mendera PT Asuransi Jiwasraya dan Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912.

Ketua Komisi XI DPR Dito Ganinduto mengatakan pihaknya bersama pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah fokus mencari jalan keluar dari berbagai permasalahan ketiga perusahaan tersebut. “Penyelesaiannya ada tapi belum diputuskan dan masih jalan terus. Nanti akan bentuk panja,” ujarnya kepada wartawan di Gedung DPR, Jakarta, Senin (18/11) malam.

Baca Juga

Menurutnya pembentukan panja akan dilakukan dalam waktu dekat. Diharapkan, jalan keluar permasalahan akan lebih mudah dengan pemanggilan semua pihak yang terkait. 

“Paling urgent itu sepertinya AJB Bumiputera yang mutual. Kami menunggu Peraturan Pemerintah (PP) dari presiden untuk de-mutual. Baru semua, nanti ada Badan Perwakilan Anggota,” ucapnya.

Dito menjelaskan nantinya AJB Bumiputera akan berstatus mutual, sehingga lebih mudah dalam penyelesaian masalahnya. Namun, dia enggan memberikan detail penyelesaiannya tersebut.

“AJB Bumiputera 1912 salah satu permasalahanya adalah perusahaan asuransi yang menggunakan bentuk mutual, yakni pemegang polis adalah pemegang saham. Sementara bentuk ini tak lagi diakui menurut undang-undang asuransi. Untuk itu diperlukan pembentukan Peraturan Pemerintah (PP),” jelasnya.

Konsep mutual sudah tidak diakui lagi dalam Undang-Undang Asuransi yang baru. Mengacu Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan, pemerintah baru bisa menyuntikkan dana setelah status mutual Bumiputera dicopot.

Beberapa ahli menyatakan kesulitan dalam konsep mutual adalah tidak adanya pemegang saham dalam perusahaan. Sehingga, tidak ada yang bisa dimintai pertanggungjawaban untuk menyelesaikan masalah perusahaan.

Sementara Anggota Komisi XI DPR Andreas Eddy Susetyo menambahkan pembentukan panja bertugas menyelesaikan permasalahan pada industri jasa keuangan. “Prioritas panja tentunya kalau kita melihat Jiwasraya ada pemegang sahamnya, yang agak kompleks adalah Bumiputera karena AJB,” jelasnya.

Permasalahan keuangan AJB Bumiputera awalnya terkuak pada 2010 lalu. Saat itu, kemampuan AJB Bumiputera dalam memenuhi kewajibannya, baik utang jangka panjang maupun jangka pendek alias solvabilitas hanya 82 persen. Kemampuan perusahaan untuk membayar klaim nasabah juga terbilang rendah.

Pada 2012, jumlah aset yang dimiliki hanya Rp 12,1 triliun tapi kewajiban perusahaan tembus Rp 22,77 triliun. Hingga kini, masih terdapat nasabah Bumiputera yang belum mendapatkan pembayaran haknya.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana enggan memaparkan hasil rapat kerja tertutup antara Komisi XI dengan OJK. Sayangnya, ia hanya berkata diminta mempercepat investor masuk ke perusahaan bermasalah.

"Pokoknya diminta untuk mempercepat investor masuk ke sana,” ucapnya.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso tidak memberikan komentar meskipun dicecar banyak pertanyaan oleh awak media. Begitu juga dengan Kepala Eksekutif Industri Keuangan Non-Bank OJK Riswinandi yang irit komentar setelah rapat.

Riswinandi hanya mengatakan belum ada keputusan yang bersifat final dan mengikat untuk Bumiputera.

"Belum, nanti saja," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement