Ahad 10 Nov 2019 15:32 WIB

Regulasi Bea Masuk Produk Tekstil Hanya Solusi Jangka Pendek

Industri TPT memiliki ragam permasalahan yang tersebar di sektor hulu hingga hilir.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Pekerja menyelesaikan jahitan pesanan pelanggan di kawasan Tambora, Jakarta, Kamis (5/9/2019). Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) semakin tertekan akibat gempuran produk impor dari China, rendahnya penyerapan pasar dan lemahnya kebijakan dalam melindungi pelaku industri dalam negeri.
Foto: ANTARA FOTO/MUHAMMAD ADIMAJA
Pekerja menyelesaikan jahitan pesanan pelanggan di kawasan Tambora, Jakarta, Kamis (5/9/2019). Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) semakin tertekan akibat gempuran produk impor dari China, rendahnya penyerapan pasar dan lemahnya kebijakan dalam melindungi pelaku industri dalam negeri.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendi Manilet menilai, tiga Peraturan Menteri Keuangan (PMK) mengenai penerapan kebijakan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Sementara (BMTPS)  beberapa jenis barang impor tekstil dan produk tekstil (TPT) hanya bersifat solusi jangka pendek. Khususnya, dalam meningkatkan daya saing industri TPT dalam negeri. Masih dibutuhkan solusi jangka panjang untuk mencapai tujuan tersebut. 

Yusuf mengatakan, industri TPT memiliki ragam permasalahan yang tersebar di sektor hulu hingga hilir. Mulai dari mesin industri yang sudah berumur tua hingga banyaknya produk impor tekstil ilegal.

Baca Juga

"Oleh karena itu, jika berbicara mengenai daya saing, PMK ini hanya solusi jangka pendek," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (10/11). 

Terlebih, PMK tersebut tetap memberlakukan pengecualian terhadap sejumlah negara. Sebut saja Bangladesh yang tetap bebas dari bea masuk impor terhadap jenis-jenis TPT yang ditetapkan dalam PMK. 

Tapi, Yusuf mengatakan, langkah pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk menerbitkan regulasi patut diapresiasi. Sebab, berbicara industri unggulan, TPT merupakan salah satu industri unggulan Indonesia karena karakteristik industri yang bersifat padat karya. Sayangnya, industri ini harus menghadapi berbagai tantangan terutama  gempuran produk impor yang semakin menekan daya saing industri akibat kalah saing dengan negara tetangga seperti Vietnam dan Bangladesh. 

Yusuf menyebutkan, tiga PMK ini memberikan sedikit nafas untuk industri TPT dalam meningkatkan daya saing. Namun, tetap dibutuhkan solusi jangka panjang seperti revitalisasi pada mesin baru industri TPT sekaligus meningkatkan kemampuan sumber daya manusia (SDM). "Terutama agar mereka dapat menggunakan alat-alat teknologi yang terus berkembang, semisal 3D printing," katanya. 

Tidak kalah penting, Yusuf menambahkan, akses pembiayaan khususnya untuk industri TPT berskala mikro, kecil dan menengah. Upaya ini sebaiknya tidak hanya ditujukan untuk industri TPT, juga industri manufaktur unggulan. Tujuannya, agar mesin pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak hanya bergantung pada komoditas ataupun satu dan dua sektor tertentu. 

Pada Selasa (5/11), Kemenkeu menerbitkan tiga regulasi teknis untuk mengaplikasikan BMTPS. Salah satunya, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 161 Tahun 2019 tentang Pengenaan BMTPS Terhadap Impor Produk Benang (Selain Benang Jahit) dari Serat Stapel Sintetik dan Artifisial. Peraturan diberlakukan terhadap enam pos tarif. Bea masuk yang dikenakan adalah sebesar Rp 1.405 per kilogram.

Sementara itu, PMK Nomor 162 Tahun 2019 tentang Pengenaan BMTPS terhadap Impor Produk Kain. Sebanyak 107 pos tarif dikenakan bea masuk dengan variasi harga antara Rp 1.318 per meter hingga Rp 9.521/meter serta tarif ad valorem berkisar 36,30 persen hingga 67,70 persen. 

Terakhir, PMK Nomor 163 Tahun 2019 tentang Pengenaan BMTPS terhadap Impor Produk Tirai (termasuk Gorden), Kerai Dalam, Kelambu Tempat Tidur dan Barang Perabot Lainnya. Bea impor dikenakan terhadap delapan pos tarif dengan nominal sebesar Rp 41.083 per kilogram. 

Ketiga aturan ini sudah mulai berlaku pada Sabtu (9/11) dan akan berlaku selama 200 hari.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement