Sabtu 09 Nov 2019 05:40 WIB

Kemenperin Pacu Subtitusi Impor Produk Refraktori

Industri refraktori merupakan industri padat modal yang membutuhkan bahan baku alam.

Industri manufaktur
Foto: Prayogi/Republika
Industri manufaktur

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memacu subtitusi produk refraktori, yang merupakan industri bahan galian nonlogam. Hasil produknya digunakan sebagai pelapis antara lain untuk tungku, insinerator, dan reaktor tahan api pada industri semen, keramik, kaca dan pengecoran logam.

“Industri refraktori merupakan industri padat modal yang membutuhkan bahan baku dari sumberdaya alam dengan impor masih tinggi,” kata Direktur Jenderal Industri Kimia Farmasi dan Tekstil Kemenperin, Muhammad Khayam di Jakarta, Jumat (8/11).

Baca Juga

Untuk itu, Khayam mendukung terbentuknya Asosiasi Industri Refraktori dan Isolasi Indonesia (Asrindo), dan berharap Asrindo menjadi mitra terdepan pemerintah untuk bersama-sama menyelesaikan permasalahan khususnya mengurangi nilai impor yang terbilang sangat tinggi ini.

“Selain itu dengan hadirnya asosiasi memperkuat kerja sama antaranggota industri refraktori dalam negeri khususnya dalam memperkuat rantai pasok industri refraktori Indonesia. ” ungkap Khayam.

Saat ini, kebutuhan nasional terhadap produk refraktori mencapai 150 ribu-20 ribu ton per tahun. Sementara itu, industri dalam negeri memasok kebutuhan tersebut sebesar 50 ribu ton per tahun.

Kemenperin dan Asrindo, sebut Khayam, akan berkoordinasi untuk memetakan industri refraktori nasional agar dapat didukung pengembangannya ke depan. Khayam menambahkan Kemenperin mendorong tumbuhnya industri pengolahan bahan galian nonlogam di Indonesia.

Hal ini sejalan dengan kebijakan hilirisasi guna meningkatkan nilai tambah bahan baku dalam negeri, yang ujungnya berdampak luas pada kontribusi terhadap perekonomian nasional.

“Apalagi, kita memiliki kekayaan alam berupa sumber daya mineral atau bahan galian nonlogam yang cukup besar dan tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Untuk itu, perlu diolah secara optimal sebagai modal dasar pembangunan industri nasional,” ungkap Khayam.

Khayam menyampaikan pihaknya proaktif mendorong peningkatan investasi di sektor industri pengolahan bahan galian nonlogam. Langkah ini untuk memperkuat struktur manufaktur nasional dan menghasilkan produk substitusi impor.

“Pada triwulan III tahun 2019, kontribusi industri bahan galian nonlogam terhadap industri pengolahan sebesar 2,98 persen, dengan ekspor sebesar 1039,83 juta dolar AS dan perkembangan nilai investasi industri bahan galian nonlogam sebesar Rp 6,49 triliun,” paparnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement