REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menilai ketidakpastian ekonomi global terutama perang dagang antara Amerika Serikat dan China memicu perekonomian berbagai negara bergejolak. Salah satunya perekonomian Indonesia pada kuartal tiga 2019 yang melambat 5,02 persen.
Deputi Gubernur Bank Indonesia Rosmaya Hadi mengatakan perang dagang Amerika Serikat dan China juga telah berimbas ke Jepang dan beberapa negara Eropa, sehingga membuat perekonomian dunia turun secara signifikan.
"Ini terjadi penurunan kinerja terriable. Karena jelas sekali dengan lemahnya kondisi ekspor dan kondisi geopolitik yang menyebabkan perekonomian berbagai negara terimbas," ujarnya saat acara Workshop on Accelerating Infrastructure Development di Jakarta, Kamis (7/10).
Rosmaya melihat pertumbuhan ekonomi pada kuartal tiga 2019 turut didorong peningkatan kinerja ekspor khususnya komoditas nikel. Hanya saja, kenaikan harga nikel bersifat sementara.
"Secara khusus, harga nikel agak meningkat. Ini bukan karena adanya kebutuhan yang riil. Saya rasa ini antisipasi larangan ekspor. Jadi bukan cerminan permintaan yang riil. Jadi kita harus waspadai ini," jelasnya.
Menurut Rosmaya tantangan lainnya kinerja sektor manufaktur yang melemah cukup memberikan dampak terhadap pertumbuhan ekonomi di dalam negeri. Sebab pelemahan sektor manufaktur turut berdampak terhadap investasi dan konsumsi.
"Lemahnya kinerja manufaktur di tengah sejumlah transformasi yang dilakukan oleh pemerintah ini. Dan ini akan menjadi perhatian kita, karena dampaknya pasti kepada konsumsi yang jauh lebih terbatas," ucapnya.