REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Periode musim tanam jagung yang semestinya tiba pada bulan September-Oktober diperkirakan mundur hingga akhir November hingga Desember. Mundurnya musim tanam terutama dipicu oleh musim kemarau yang berkepanjangan dan berdampak pada mundurnya musim panen.
Ketua Dewan Jagung Nasional, Tony J Kristianto, menjelaskan, saat ini stok di petani diyakini tengah menipis meski harga jual jagung pakan di tingkat petani masih normal Rp 4.000 per kilogram (kg). Menurut Tony, krisis jagung kemungkinan tiba pada Januari 2020 sebab panen raya baru tiba bulan Maret.
Berdasarkan catatannya, sisa stok nasional yang tersisa sekarang sekitar 350 ribu ton. Stok tersebut bakal terus berkurang karena tidak adanya panen raya.
Karenanya, jika tidak ada antisipasi kebijakan konkret dari pemerintah, stok bisa minus. "Minus stok paling besar kemungkinan di bulan Januari. Saya khawatir, harga jagung bisa di atas Rp 6.000 karena beberapa minggu akan bolong," kata Tony kepada Republika.co.id, Rabu (6/11).
Ia menegaskan, meski harga saat ini masih normal, dipastikan pada pekan depan gejolak harga jagung akan timbul. Sementara, kata Tony, pemerintah belum melakukan langkah antisipatif.
Padahal, Dewan Jagung Nasional memperkirakan stok jagung dalam negeri tahun 2019 hanya berkisar 12-13 juta ton atau jauh di bawah target produksi 33 juta ton.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Petani Jagung Indonesia (APJI), Sholahuddin, mengatakan hal senada. Ia menuturkan bahwa musim tanam jagung di akhir tahun kali ini memang mengalami kemunduran. Dari seluruh sentra pertanaman jagung yang tersebar di Indonesia, mayoritas masih menghadapi musim kemarau sehingga air terbatas.
Petani berharap, pada pekan kedua November musim hujan segera tiba sehingga kebutuhan air untuk melakukan penanaman mencukupi. Adapun, harga jagung saat ini paling tinggi sebesar Rp 4.200 per kilogram di wilayah Banten.
"Benar musim tanam mundur, tapi kalau tidak terlalu lama mundurnya, saya kira kenaikan harga tidak begitu tinggi," kata Sholahuddin.
Saat ini, menurut Sholahuddin, yang terpenting dilakukan pemerintah adalah memastikan ketersediaan benih berkualitas dan pupuk yang cukup. Ia menegaskan, ketersediaan pupuk sangat mempengaruhi kegiatan penanaman jagung, jika pupuk terbatas, produksi berkurang.
Dikonfirmasi, Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian (Kementan), Suwandi enggan merespons pertanyaan Republika. Sementara itu, Direktur Serealia Ditjen Tanaman Pangan Kementan, Bambang Sugiharto menyebut, Kementan masih optimis bahwa target produksi jagung 33 juta ton akan tercapai.
"Target kita belum berubah," katanya singkat.