Senin 04 Nov 2019 06:02 WIB

Produksi Kopi, Mestinya Indonesia Bisa Kalahkan Vietnam

Hampir 90 persen perkebunan kopi di Indonesia dikelola secara tradisional.

Suasana Bincang Kopi yang diselenggarakan oleh Lapak Kopi di Andalus City, Kota Cirebon.
Foto: Dok Rokhmin
Suasana Bincang Kopi yang diselenggarakan oleh Lapak Kopi di Andalus City, Kota Cirebon.

REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Tokoh Nasional Inspiratif,  Prof Rokhmin Dahuri saat menjadi pembicara utama Bincang Kopi pada Coffe Festifal yang diselenggarakan oleh Lapak Kopi di Andalus City, Kota Cirebon, Jawa Barat, Ahad  (3/11) malam.

Indonesia mempunyai lahan sangat luas yang cocok untuk perkebunan kopi. Dengan potensi luas lahan tersebut, seharusnya Indonesia bisa menjadi produsen kopi terbesar kedua di dunia, menggeser Vietnam.

Hal itu disampaikan oleh Tokoh Nasional Inspiratif,  Prof Dr Ir  Rokhmin Dahuri MS saat menjadi pembicara utama Bincang Kopi pada Coffe Festival yang diselenggarakan oleh Lapak Kopi di Andalus City, Kota Cirebon, Ahad  (3/11) malam.

Dalam acara Bincang Kopi itu dikupas tuntas bagaimana strategi Indonesia memacu industri kopi nasional yang lebih produktif, efisien, berdaya saing, inklusif, dan berkelanjutan. Dari hulu (aspek budidaya perkebunan kopi), teknologi pemanenan, pengolahan, pengemasan, branding dan pemasaran.  

Prof  Rokhmin menyampaikan,  saat ini Indonesia merupakan produsen kopi terbesar keempat di dunia dengan volume produksi sekitar 700.000 ton/tahun.  Produsen terbesar kopi di dunia adalah Brazil, sekitar 2,5 juta ton/tahun. Diikuti Vietnam, 1,6 juta ton/tahun, dan Kolombia sekitar 1,2 juta ton/tahun.  

“Nilai ekspor kopi Indonesia pun baru 1,2 miliar dolar AS  per tahun, jauh di bawah Brazil sekitar 5 miliar dolar/tahun, dan Vietnam sekitar 2,5 miliar dolar/tahun,” ujarnya dalam  rilis yang diterima Republika.co.id, Senin  (4/11). 

photo
Prof Dr Ir Rokhmin Dahuri MS.

Menurut Guru Besar IPB itu, dengan potensi luas lahan yang cocok untuk perkebunan kopi yang dimiliki,  harusnya Indonesia bisa menjadi produsen kopi terbesar kedua di dunia, menggeser Vietnam.  “Namun, hingga kini produktivitas perkebunan kopi Indonesia masih di bawah negara- negara produsen kopi utama dunia lainnya,” tuturnya.

Hal ini, kata dia, disebabkan hampir 90 persen  perkebunan kopi di Indonesia dikelola secara tradisional (less technology and management), rantai tata niaga yang terlalu panjang, dan biaya logistik yang sangat mahal.  “Sebab itu, ketiga aspek itu mesti segera dibenahi,” ujar Rokhmin.

Pembicara lainnya dalam Bincang Kopi itu  adalah Prof  Kim So-il, guru besar Daegu University yang kini menjabat sebagai Sekjen Tourism Promotion Organization for Asia-Pacific Region; Dede Muharam (dirut Lapakkopi.com), dan dr Muhaman Asad (Ketua IDI Cirebon).  

Pada Ahad (3/11) pagi,  10.00 - 13.00, Bincang Kopi menampilkan nara sumber Dr Anton Apriantono (mantan Menteri Pertanian 2005 - 2009); Sekretaris Ditjen ASPASAF, Kemenlu; H  Syafrudin (Presiden SCAI/Specialty Coffee Association Indonesia), dan Kris Ginting (pakar racik kopi). 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement