Jumat 01 Nov 2019 18:58 WIB

'Rupiah Berpeluang Menguat di Bawah Rp 14.000 per Dolar AS'

Penguatan rupiah juga didorong oleh inflasi yang selalu terjaga dan modal asing masuk

Rep: Novita Intan/ Red: Friska Yolanda
Karyawan menunjukan uang rupiah pecahan 100 ribu dan 50 ribu di Plaza Mandiri, Jakarta, Senin (23/9/2019).
Foto: ANTARA FOTO
Karyawan menunjukan uang rupiah pecahan 100 ribu dan 50 ribu di Plaza Mandiri, Jakarta, Senin (23/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) memberikan sinyal nilai tukar rupiah berpeluang menguat lebih tinggi dari posisi saat ini Rp 14.052 per dolar AS. Penguatan ini disebabkan oleh sentimen positif yang timbul dari stabilitas ekonomi dalam negeri.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan stabilitas nilai tukar ini lebih terpengaruh oleh kondisi pasokan dan permintaan yang terjaga. Menurutnya, masih ada ruang bagi rupiah untuk lebih menguat, dan terbukti itu (rupiah) beberapa kali di bawah Rp 14 ribu per dolar AS. 

"Itu ada indikasi atau ruang bagi rupiah untuk menguat, dengan tentu saja inflasi kita yang lebih rendah dan juga prospek ekonomi yang cukup baik," ujarnya kepada wartawan di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Jumat (1/11).

Menurutnya penguatan rupiah juga didorong oleh inflasi yang selalu terjaga dan aliran masuk modal asing atau inflow yang terus bertambah.

“Begitu di bawah itu kemudian sejumlah korporasi yang membutuhkan dolar AS kemudian meningkatkan pembelian baik untuk impor atau pembayaran, tapi di satu sisi eksportir juga kemudian menyuplai dan ini bergerak sesuai dengan mekanisme pasar dan itu mendukung stabilitas nilai tukar,” jelasnya.

Di sisi lain, penguatan rupiah lantaran para eksportir juga menyuplai dan bergerak sesuai dengan mekanisme pasar. Hal tersebut tentu mendorong stabilitas nilai tukar dan menunjukkan masih ada ruang bagi rupiah untuk terus menguat. Buktinya, beberapa kali rupiah berada di bawah level Rp 14.000.

"Itu ada indikasi atau ruang bagi rupiah untuk menguat. Tentu saja dengan membuat inflasi lebih rendah dan juga prospek ekonomi yang cukup baik. Juga kredibilitas maupun konfiden terhadap kebijakan-kebijakan yang ada," ucapnya.

Namun, kata Perry, penurunan suku bunga acuan AS tidak terlalu begitu berpengaruh terhadap pasar keuangan Indonesia. Hal itu karena pelaku pasar sudah mengantisipasi kenaikan suku bunga The Fed, sehingga tidak ada pergerakkan signifikan dari arus modal asing.

"Nilai tukar bergerak relatif stabil. Mekanisme pasar berkembang secara baik mengenai suplai dan permintaan," ucapnya.

Perry pun menggarisbawahi kepercayaan global masih terjaga terhadap Indonesia, terbukti dari tingginya aliran modal asing yang masuk ke Tanah Air. "Jadi tidak ada pengaruh-pengaruh signifikan dari global, termasuk penurunan bunga The Fed," tambah Perry.

Mengutip Bloomberg, rupiah masih bergerak melemah usai pembukaan ke level Rp 14.071 per dolar AS. Kemudian mulai bergerak menguat. Meski sempat fluktuatif, Rupiah terus menunjukkan penguatan, dan saat ini berada di level Rp 14.054 per dolar AS.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement