Rabu 30 Oct 2019 06:05 WIB

Celah Kebijakan Cukai Rokok Harus Ditutup

Penghapusan penyederhanaan struktur cukai rokok ciptakan persaingan tak sehat.

Rokok tanpa cukai. (ilustrasi)
Foto: Antara
Rokok tanpa cukai. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebijakan kenaikan tarif cukai rokok yang masih menerapkan golongan tarif untuk tiap jenis rokok perlu disederhanakan. Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Guntur Saragih mengatakan sistem tarif cukai rokok yang berbeda-beda akan menjadi celah bagi perusahaan rokok untuk menghindari kewajiban membayar cukai sesuai golongannya.

Hitung-hitungan KPPU, tarif cukai rokok yang amat beragam itu berpotensi memberikan ruang bagi perusahaan rokok untuk mencari cara agar produksi tahunan tidak mencapai 3 miliar batang per tahun yang berlaku untuk golongan 1. Dengan cara begitu, perusahaan rokok besar membayar tarif cukai murah yang berlaku untuk golongan 2.

"Dia akan mencari cara untuk turun golongan karena besaran tarif cukainya sangat berbeda dan besar sekali rentangnya," kata Guntur.

Sebelumnya sejumlah kalangan mengungkapkan penghapusan penyederhanaan struktur cukai rokok termasuk penghapusan rencana penggabungan batasan produksi rokok mesin SKM dan SPM akan menciptakan persaingan yang tidak sehat antara pabrikan besar dan kecil. Tidak hanya itu, pabrikan rokok besar asing juga bisa mengakali kebijakan tersebut.

Pabrikan besar asing itu akan membayar tarif cukai murah dengan memproduksi rokok di bawah 3 miliar batang per tahun. Akibatnya, potensi penerimaan negara dari cukai rokok tidak akan optimal. Idealnya regulasi cukai rokok dapat menutup celah kebijakan yang merugikan penerimaan negara.

Pegiat anti korupsi Danang Widoyoko mengatakan pemerintah sebetulnya melalui PMK 146 2017 hendak menyederhanakan struktur cukai dari 10 layer menjadi 5 layer dalam beberapa tahun ke depan. Renana itu akan dilaksanakan 2021.

"Tetapi sayangnya sebelum kebijakan ini dilaksanakan, karena 2019 nggak naik, kemudian dibatalkan. Jadi 2019 masih tetap menggunakan 10 layer cukai,” ujar Danang Widoyoko.

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan resmi mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 152/PMK.010/2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.010/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau. Beleid yang ditandatangani oleh Menkeu Sri Mulyani pada 18 Oktober ini merupakan perubahan kedua atas PMK 146 Tahun 2017.

Sebelumnya, perubahan pertama pada PMK 156 Tahun 2018 dinilai sejumlah pihak membuka celah penghindaran pajak yang berpotensi merugikan penerimaan negara. Sayangnya, penyederhanaan struktur tarif cukai rokok urung dijalankan.

Semula penyederhanaan struktur tarif cukai rokok akan dilakukan salah satunya melalui penggabungan rokok mesin Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM) menjadi tiga miliar batang per tahun. Ini menjadi kunci mengatasi celah yang bisa digunakan pabrikan rokok besar asing dengan cara membayar tarif cukai murah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement