REPUBLIKA.CO.ID, "Tidak ada gunanya Syahrul kalau riset pertanian tidak bagus," kata Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo saat menyampaikan sambutan dalam pengukuhan profesor riset Balitbang Kementan di Bogor, kemarin.
Syahrul mengatakan, sektor pertanian di Indonesia tidak akan maju tanpa didukung oleh riset yang aplikatif dan memecahkan masalah yang ada. Keberadaan para profesor riset amat dibutuhkan untuk membantu pemerintah dalam menetapkan setiap kebijakan pertanian.
Hasil akhir yang diharapkan dari kemajuan riset yakni membuat Indonesia dapat mengurangi impor komoditas pangan. Sebab, dengan kelebihan alam yang dimiliki semestinya komoditas-komoditas pangan pokok bisa ditanam di dalam negeri sehingga menghemat devisa negara.
Syahrul mencontohkan, komoditas kentang yang saat ini juga masih didatangkan dari luar negeri. Padahal salah satu komoditas yang sering dikonsumsi masyarakat Indonesia ini juga dapat dikembangkan oleh para petani lokal. Begitu pula ubi kayu yang semestinya bisa diolah menjadi tepung tapioka.
Indonesia, kata dia, sangat mampu untuk memproduksi berbagai komoditas pangan dengan industrialisasi pasca panen. "Para profesor, ambil nomor saya, bilang apa yang bisa saya lakukan. Kasih tahu saya. Indonesia tidak boleh ketinggalan dari negara lain," kata Syahrul dihadapan para profesor riset.
Hasil akhir dari riset yang berkelanjutan yakni pemerintah maupun pelaku usaha dapat mendorong industrialisasi pertanian pasca panen. Hal itu menjadi ambisi tersendiri dari Syahrul agar petani lokal memiliki nilai tambah dari komoditas yang dibudidayakan.
Di tengah fokus pemerintah yang mendorong geliat industrialisasi dalam negeri, sektor pertanian menjadi bidang yang paling menjanjikan. "Sektor yang paling menjanjikan adalah pertanian. Kenapa? kita punya alam yang diberikan Allah. Air, hujan, kultur tanah, gunung, perbukitan, dataran rendah. Semuanya harus di riset mana yang cocok (untuk budidaya tanaman). Supaya jangan ada spekulasi dan main-main," katanya.
Karena itu, Syahrul mengatakan semestinya ada dukungan anggaran yang lebih untuk bidang riset pertanian. Membuang-buang anggaran dengan hasil yang tak jelas hanya memberikan kerugian bagi pemerintah.
Sementara, riset yang kuat dengan dukungan anggaran membuka jalan untuk terus memajukan sektor pertanian. "Ini menyangkut perut 267 juta orang yang harus kita urus," kata dia.
Sebagai informasi, Balitbang Kementan kini memiliki 141 profesor riset yang terdiri dari berbagai macam bidang ilmu pertanian. Terakhir, Kementan mengukuhkan tiga penelitinya menjadi profesor riset. Ketiganya adalah Prof Dr Ali Asgar di bidang teknologi pasca panen, Prof Dr Sholihin di bidang pemuliaan dan genetika tanaman, serta yang terakhir Prof D Sukarman untuk bidang pedologi dan penginderaan jarak jauh.