REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pembangunan proyek jalan tol yang dicanangkan pemerintah dalam lima tahun ke depan bakal dilangsungkan. Peran Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor karya diprediksi bakal mengendur jika dibandingkan periode lima tahun terakhir.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menargetkan pembangunan jalan tol dalam lima tahun ke depan sepanjang 2.500 kilometer (km). Jumlah tersebut diprediksi bakal menelan investasi sekitar Rp 250-375 triliun. Dalam periode ini, pemerintah menekankan peran swasta dan capaian investasi dibandingkan dengan BUMN karya.
“Kita berharap ada pemain baru untuk ikut serta proyek tol ini,” kata Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Danang Parikesit, di Menara Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), Jakarta, Selasa (29/10).
Ambisi pemerintah dalam menetapkan target pembangunan jalan tol dipertanyakan, terutama dari akses pembiayaan. Danang mengakui bahwa dalam periode saat ini peran BUMN karya porsinya tak akan sebanyak di lima tahun terakhir, untuk itu pemerintah membuka pembiayaan dari sektor swasta.
Seperti diketahui, dalam periode lima tahun lalu target pembangunan jalan tol sepanjang 1.500 km menelan dana sekitar Rp 1.000 triliun lebih. Dengan jumlah tersebut, estimasi biaya pembangunan jalan tol membutuhkan dana sebesar RP 100 miliar per km.
Dengan target pembangunan sebesar 2.500 km dalam lima tahun ke depan, artinya pemerintah perlu mengeluarkan energi besar untuk mencari pendanaan yang paling mungkin. Pihaknya membeberkan, keberadaan pemain baru dalam proyek pembangunan jalan tol ini bukan sebagai ancaman bagi pemain lama.
“(Yang lama) juga butuh partner, karena target kita itu 2.700-5.200 jalan tol bisa beroperasi di 2024,” ungkapnya.
Hanya saja dia menggarisbawahi, skema kerja sama dengan pihak manapun tak hanya berorientasi pada pendanaan, melainkan soal transfr teknologi. Hal itu seiring dengan adanya tantangan medan pembangunan yang dinilai lebih berat dalam lima tahun ke depan.
Direktur Operasi Waskita M Sadali menyatakan, agresivitas BUMN karya dalam pembangunan jalan tol di periode saat ini memang rendah. Dia memprediksi agresivtas BUMN karya hanya sekitar 20 persen jika dibandingkan periode lima tahun terakhir.
“Mungkin hanya 20 persenan saja, kita enggak seagresif dulu. Kita akan benar-benar milih,” kata Sadali.
Hanya saja dia menegaskan bahwa dalam rencana pembangunan tol yang terintegrasi dengan kawasan strategis sebagaimana yang diperintahkan Presiden Jokowi, Waskita masih memberi porsi prioritas dalam proyek tersebut. Kendati demikian tantangan yang dihadapi saat ini diakui ada di proses pembiayaannya.
Di sisi lain dia menjabarkan bahwa proyek pembangunan jalan tol dimungkinkan prospektif, tergantung bagaimana kajian yang akurat dari tiap-tiap perusahaan. Artinya, beberapa proyek pembangunan tol masih belum memiliki peluang profit yang menggairahkan.
“Kalau soal bangun-bangun saja sih kami bisa, masalahnya kan dananya ada atau tidak. Kemudian ke depannya seperti apa, itu juga jadi pertimbangan," ungkapnya.
Kesulitan swasta
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Konstruksi dan Infrastruktur Erwin Aksa mengatakan, pembangunan jalan tol oleh swasta masih menemui sejumlah kendala. Salah satunya belum tepatnya data survei lalu lintas harian rata-rata (LHR) yang tersedia.
Belum adanya jaminan LHR ini membuat pengendalian risiko dalam proses pembangunan ditanggung sendiri oleh swasta. Di sisi lain, kepastian tarif juga menjadi tantangan yang belum terselesaikan.
“Di PLN (Perusahaan Milik Negara) infrastruktur listriknya, kalau kita jual listrik kan ada jaminan. Supaya swasta enggak khawatir tolnya enggak cetak untung,” kata Erwin.