Selasa 29 Oct 2019 15:09 WIB

ORI016 tak Capai Target, Menkeu akan Evaluasi Penerbitan SBN

Kemenkeu mencatat hasil penjualan ORI016 adalah Rp 8,21 triliun.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Obligasi Ritel Indonesia (ORI).
Foto: Tim Infografis Republika.co.id
Obligasi Ritel Indonesia (ORI).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani menuturkan, pihaknya akan terus melihat dinamika penjualan Surat Berharga Negara (SBN) ritel di pasar. Termasuk penawaran Obligasi Negara Ritel (ORI) seri ORI016 yang penjualannya hanya Rp 8,21 triliun, di bawah target pemerintah yakni Rp 9 triliun.

Sri mengatakan, pertimbangan ini akan membahas dari dua sudut pandang. Satu sisi, pemerintah ingin bertahap menjaga sumber pembiayaan untuk belanja produktif pemerintah melalui diversifikasi instrumen.

Baca Juga

"Dari retail, kita juga tahun bahwa masyarakat punya appetite dan mungkin ekspektasi return yang diharapkan," ujarnya ketika ditemui di Gedung Dhanapala Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (29/10).

Di sisi lain, Sri menambahkan, pihaknya juga berkoordinasi dengan pemangku kepentingan di sektor keuangan. Di antaranya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia. Tujuannya, menjaga kondisi yang harmonis dalam rangka bersama-sama menjaga stabilitas sektor keuangan.

Sri menuturkan, pembicaraan tersebut juga membahas mengenai imbal hasil dari instrumen SBN ritel. Hanya saja, ia tidak menyebutkan mengenai kemungkinan penurunan ataupun kenaikan yield dalam penerbitan instrumen-instrumen selanjutnya.

Tapi, Sri memastikan, pemerintah berupaya menetapkan imbal hasil yang mencerminkan risiko secara nyata dan dianggap fair untuk seluruh pihak. Baik untuk investor ataupun issuer yang dalam hal ini adalah negara.

"Jadi, itu yang kami akan lihat. Kita evaluasi," kata mantan direktur pelaksana Bank Dunia ini.

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (Ditjen PPR) Kemenkeu mencatat, hasil penjualan ORI016 adalah Rp 8,21 triliun. Selain tidak melampaui target indikatif pemerintah, volume penjualan itu berada di bawah pencapaian ORI015 yang diterbitkan setahun lalu, yakni meraup Rp 23,28 triliun.

Meski tingkat penjualan ORI016 menurun, total realisasi penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) ritel tahun 2019 naik dibandingkan tahun lalu. Sepanjang Januari sampai Oktober, pemerintah sudah menerbitkan sembilan instrumen SBN ritel dengan penjualan akumulasi Rp 48,43 triliun. Nilai itu meningkat 5,3 persen apabila dibandingkan penerbitan SBN ritel pada 2018.

Dalam penjualan ORI016, sebanyak 72,8 persen dari total 18.336 investor merupakan investor baru. Menurut Ditjen PPR, kemudahan membeli ORI016 secara online menjadi daya tarik para investor baru tersebut.

Selain itu, fitur ORI yang tradable atau dapat dijual di pasar sekunder menjadi penarik minat investor baru karena berbeda dengan instrumen SBN ritel non-tradable yang telah lebih dahulu dipasarkan secara online. "Tak heran penjualan ORI016 ini mencapai volume penjualan SBN ritel online terbesar sejak pertama kali penjualan SBN ritel online di tahun 2018," tulis Ditjen PPR dalam rilisnya, Senin (28/10) malam.

Secara proporsi, jumlah investor milenial yang membeli ORI016 mencapai 33,82 persen dari total investor ORI016. Persentase ini meningkat secara signifikan apabila dibandingkan proporsi investor milenial yang membeli ORI015, hanya sekitar 13,93 persen.

Tren pertumbuhan milenial sesuai dengan harapan Direktur Surat Utang Negara Kemenkeu Loto Srinaita Ginting. Seiring berubahnya sistem penawaran ORI016 dari offline menjadi online, investor milenial diprediksi lebih mendominasi pemesanan instrumen ini. "Tahun lalu, investor baby boomers sangat dominan dari segi jumlah dan volume pemesanan ORI015," tuturnya saat peluncuran ORI016 di Jakarta pada 2 Oktober lalu.

Rata-rata volume pemesanan ORI016 per investor sebesar Rp 447,95 juta atau turun signifikan dari rata-rata volume pemesanan di ORI015 yang mencapai Rp 565,99 juta. Tren ini menunjukkan tingkat keritelan ORI016 yang lebih baik dibandingkan dengan seri sebelumnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement